Nakita.id - Selama pandemi Covid-19, bahasan mengenai kesehatan mental semakin jadi pembicaraan.
Dikutip dari Parents, penelitian menunjukkan peningkatan gejala depresi dan kecemasan pada remaja dan dewasa muda.
Bunuh diri adalah penyebab utama kematian kedua pada usia 10 hingga 34 tahun, menurut CDC.
Meski bunuh diri pada anak usia sekolah dasar jarang terjadi, jumlah anak usia 6 hingga 12 tahun yang mengunjungi rumah sakit anak-anak karena pikiran untuk bunuh diri atau menyakiti diri sendiri meningkat lebih dari dua kali lipat dari tahun 2016 hingga 2019.
Para ahli sepakat bahasan tentang kesehatan mental harus dimulai sejak dini.
"Semakin cepat kita dapat mulai membahas dengan anak-anak tentang kesehatan mental, semakin besar kesempatan kita untuk mencegah perilaku bunuh diri," kata Arielle H. Sheftall, Ph.D., selaku peneliti utama di Pusat Penelitian dan Pencegahan Bunuh Diri di Rumah Sakit Anak Nationwide.
"Jika kita menghilangkan stigma dan menormalkan topik seperti kesehatan mental dan bunuh diri sejak dini, anak-anak akan merasa lebih nyaman untuk mengekspresikan diri dan mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan," tambahnya.
Untuk sekolah dasar, jarang langsung membahas mengenai pencegahan bunuh diri.
Biasanya bahasan mengenai pencegahan bunuh diri dimulai pada sekolah menengah.
Tapi, bukan berarti sejak sekolah dasar tidak bisa mencegah tindakan bunuh diri Moms.
Caranya adalah dengan memilih beberapa anak yang dianggap berprilaku agresif dan sering mengganggu di Sekolah Dasar.
"Memilih anak yang bersikap agresif dan mengganggu di Sekolah Dasar kemudian diberikan treatment Permainan Perilaku Baik dan Jalur Cepat dapat mengurangi insiden dan percobaan bunuh diri pada satu dekade ke depan," tutur Dr. Wilcox.
Untuk mengupayakan hal ini, yang menjadi PR besar adalah kemampuan guru dalam mengidentifikasi siswanya.
"Penting untuk melatih guru dan staf sekolah untuk mengidentifikasi tanda peringatan dan mengetahui faktor risikonya," kata Kristy Brann , Ph.D., NCSP, asisten profesor psikologi sekolah di Miami University-Oxford.
Setelah siswa yang bermasalah bisa diidentifikasi, bisa dilanjutkan dengan perlindungan mental.
"Kemudian, fokuslah pada mempromosikan kompetensi sosial emosional, kesadaran dan regulasi emosional, manajemen diri, dan keterampilan hubungan yang sehat saat berinteraksi dengan anak kecil untuk meningkatkan faktor pelindung," tambah Brann.
Formula sederhana untuk mencegah bunuh diri dan penyakit mental adalah dengan mengurangi faktor risiko dan meningkatkan faktor pelindung, kata Steven Peterson, LCSW.
"Dan hal terpenting yang dapat Anda ajarkan kepada seorang anak adalah rasa hubungan dengan komunitas mereka. Mudah-mudahan, akan segera menjadi lebih dapat diterima untuk menciptakan fondasi kesehatan sosial-emosional sebelum mengkhawatirkan skor pada tes kimia," ujar Peterson.
Selain guru, tokoh penting yang sangat berperan dalam upaya pencegahan bunuh diri sedari dini adalah orangtua.
Penelitian pada Februari 2020 menunjukkan bahwa orangtua sebagian besar tidak menyadari perilaku upaya melukai diri sendiri atau pikiran bunuh diri pada anaknya.
Ditemukan juga bahwa konflik keluarga dan kurangnya pengawasan orangtua dikaitkan dengan kasus ini.
Beberapa tanda anak yang berisiko tinggi melakukan bunuh diri diantaranya menarik diri dari teman sepermainan, suasana hati yang tertekan atau perubahan suasana hati yang drastis, peningkatan penggunaan narkoba atau alkohol dan penggunaan harta secara berlebihan.
Anak kecil mungkin secara konsisten menggambar gambar gelap atau kekerasan.
Anak-anak mungkin bersuara bahwa mereka ingin menyakiti diri sendiri.
"Satu studi yang kami lakukan membandingkan faktor-faktor yang terkait dengan bunuh diri pada anak usia 5 hingga 11 tahun hingga 12 hingga 14 tahun menemukan bahwa sekitar 30 persen dari anak usia 5 hingga 11 tahun menyatakan mereka ingin bunuh diri sebelumnya. mati karena bunuh diri, "kata Dr. Sheftall.
"Jika seorang anak mengatakan mereka ingin bunuh diri, berapa pun usianya, mereka harus dianggap serius setiap saat," tambahnya.
Perempuan Inovasi 2024 Demo Day, Dorong Perempuan Aktif dalam Kegiatan Ekonomi Digital dan Industri Teknologi
Source | : | Parents |
Penulis | : | Kirana Riyantika |
Editor | : | Poetri Hanzani |
KOMENTAR