Nakita.id - Kasus pandemi Covid-19 belakangan ini memang mengalami penurunan yang cukup signifikan.
Hal tersebut lah yang membuat Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) ingin segera menggantikan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) menjadi Pembelajaran Tatap Muka (PTM).
Menteri Nadiem Makarim mendorong agar daerah-daerah di level 1,2,3 bisa segera menggelar PTM terbatas.
Pasalnya, Menteri Nadiem menilai bahwa pelaksanaan PJJ selama ini mendatangkan berbagai hal negatif pada anak.
Seperti yang kita ketahui, banyak anak yang mengalami loss learning atau ketertinggalan pembelajaran.
Bahkan, Nadiem juga mengatakan bahwa, semenjak adanya PJJ banyak anak yang justru putus sekolah.
Selain itu, banyak juga anak yang mendapatkan kekerasan dalam rumah tangga selama menjalani PJJ.
Awalnya, Kemendikbudristek sudah melakukan berbagai persiapan untuk memulai PTM terbatas pada bulan Juli lalu.
Namun, rencana tersebut harus ditunda karena angka Covid-19 kembali melambung tinggi.
Akan tetapi, di tengah kasus Covid-19 di berbagai daerah yang sudah mulai turun, Kemendikbudristek ingin PTM terbatas sesegera mungkin dilakukan.
Lantas, kapan PTM terbatas tersebut benar-benar dilaksanakan?
Menurut Direktur Sekolah Dasar, Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Dra. Sri Wahyuningsih, M.Pd, mengatakan PTM terbatas ini akan dilaksanakan pada awal September 2021 nanti.
Saat PTM terbatas nanti, peserta didik yang masuk hanya boleh 50 persen saja dari jumlah yang ada.
"Bapak Menteri memang sudah menyampaikan untuk didorong PTM terbatas, dan PTM terbatas harus berpedoman pada SKB4 Menteri dimana pembelajaran harus dilakukan secara terbatas maksimal 50 persen kapasitas kelas untuk peserta didik," kata Dra. Sri saat dihubungi oleh Nakita.id, Kamis (26/08/2021).
Sistem pembelajaran yang akan dilakukan juga belum maksimal seperti biasanya.
Kemendikbudristek pun mendorong pihak sekolah untuk melakukan blended learning.
"Pembelajaran juga belum maksimal dari pukul 07.45 WIB tidak sampai siang, maksimal 2-3 jam. Sekolah yang memiliki fasilitas TIK kita dorong untuk bisa memfasilitasi blended learning," ujar Dra. Sri.
"Misalnya, ada 50 persen anak yang masuk sekolah dan 50 persennya lagi di rumah, karena banyak alasan seperti harus digilir, orangtua belum mengizinkan, maka sekolah juga harus memberikan fasilitas blended learning, sehingga murid yang di rumah bisa tetap mengikuti proses pembelajaran yang dilakukan kawan-kawannya di sekolah," jelas Dra. Sri.
Dra. Sri juga mengatakan bahwa guru tidak boleh melakukan diskriminasi pada anak yang melakukan PTM atau pun yang masih harus PJJ.
"Jadi, tidak akan ada anak yang ketinggalan pelajaran, guru juga tidak boleh melakukan diskriminasi. Semua harus mendapatkan hak yang sama, bahkan terhadap penilaian," pungkasnya.
Penulis | : | Shinta Dwi Ayu |
Editor | : | Poetri Hanzani |
KOMENTAR