Nakita.id – Istilah attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) mungkin masih asing di telinga sebagian orang.
ADHD adalah gangguan mental yang paling sering didiagnosis pada anak-anak.
Kondisi ini biasanya didiagnosis pertama kali pada masa kanak-kanak, dan sering berlangsung hingga dewasa.
ADHD adalah salah satu gangguan perkembangan saraf yang umum terjadi pada masa kanak-kanak.
Anak-anak yang memiliki ADHD mengalami kesulitan dalam memperhatikan, mengendalikan perilaku impulsif, atau terlalu aktif.
Gejala ADHD terkadang akan berkurang seiring bertambahnya usia.
Namun, beberapa orang tidak bisa sepenuhnya menghilangkan gejala ADHD.
Tapi, orang yang memiliki ADHD bisa belajar mengatasi ketika gejalanya muncul.
Berdasarkan wawancara mendalam dengan Nakita.id, Rabu (13/10/2021) Devi Sani, M.Psi, Psikolog Anak dan Remaja, mengatakan orangtua tidak boleh sembarang mendiagnosis anak mengidap ADHD.
“Dalam mendiagnosis ADHD itu, psikolog tidak bisa mendiagnosis sendiri, biasanya perlu bantuan juga dari psikiater anak. Kalau kita mau mendiagnosis pasien ADHD atau tidak, itu ada kriteria diagnosanya," jelas Devi.
Baca Juga: Masih Banyak yang Belum Tahu, Anak Terlalu Hiperaktif Ternyata Bisa Jadi Menandakan Ciri ADHD
"Utamanya, anak harus menunjukkan tiga hal untuk menunjukkan dia ADHD, harus ada inatensi dimana kemampuan untuk atensinya itu terganggu, hiperaktifitasnya juga ada, dan implusifnya juga harus ada. Jadi, mendiagnosis ADHD itu bukan cuma diliat dari hiperaktifnya saja, tapi semuanya itu,” imbuhnya.
Selain itu, anak juga tidak bisa dibilang ADHD jika mereka terlihat hiperaktif pada satu tempat saja.
“Untuk mendiagnosis ADHD itu, juga harus di dua setting, ya. Bukan cuma di rumah saja, harus dua setting, misalnya di rumah dan di sekolah sama. Dengan orang dan dengan keluarga juga sama, kayak gitu sikapnya. Jadi, kita enggak boleh mendiagnosis anak ADHD, tapi gejalanya muncul hanya di rumah aja,” tambah Devi.
Dilansir dari Webmd.com, berikut penjelasan mengenai diagnosis ADHD dan juga tentang ADHD test.
Dalam mendiagnosis ADHD, dokter tidak bisa hanya melakukan tes tunggal.
Dokter akan memberikan beberapa tes untuk meyakini jika anak memang mengidap ADHD.
Yang pertama, dokter akan wawancara dengan orangtua, saudara, guru, atau orang dewasa lainnya.
Lalu, mengawasi anak atau orang dewasa secara pribadi.
Setelah itu, kuesioner atau skala penilaian yang mengukur gejala ADHD dan juga tes psikologi.
Dokter perlu melihat seberapa besar gejala seseorang memengaruhi suasana hati, perilaku, produktivitas, dan kebiasaan gaya hidup mereka sehari-hari. Dokter perlu mengesampingkan kondisi lain.
Pada anak-anak, dokter akan berbicara dengan orangtua tentang gejala ADHD yang mereka lihat.
Dokter ingin mengetahui pada usia berapa perilaku tersebut dimulai dan di mana serta kapan anak menunjukkan gejala.
Dokter mungkin akan meminta laporan perilaku dari guru si anak, rapor, dan contoh tugas sekolah.
Karena, ADHD sendiri juga bisa dialami oleh orang dewasa, namun biasanya hal ini terjadi karena orang tersebut tidak tahu jika dia sudah ADHD sedari kecil.
Baca Juga: Bukan Hanya Sulit Fokus, Ini 3 Tanda ADHD pada Anak yang Perlu Moms Ketahui!
Biasanya pada orang dewasa, dokter mungkin ingin berbicara dengan pasangan atau anggota keluarga lainnya.
Mereka ingin mengetahui apakah pasien memiliki gejala di masa kanak-kanak.
Mengetahui apakah orang dewasa memiliki perilaku ADHD di masa kanak-kanaknya penting untuk membuat diagnosis.
Untuk lebih memastikan kondisi anak, dokter juga mungkin akan meminta tes, seperti:
- Pendengaran dan penglihatan
- Tes darah untuk kadar timbal
- Tes darah untuk penyakit seperti penyakit tiroid
- Tes untuk mengukur aktivitas listrik di otak
- CT scan atau MRI untuk memeriksa kelainan otak
Baca Juga: Kenali dan Cermati 7 Tanda ADHD yang Bisa Dideteksi Sejak Dini
Perempuan Inovasi 2024 Demo Day, Dorong Perempuan Aktif dalam Kegiatan Ekonomi Digital dan Industri Teknologi
Source | : | WebMD.com |
Penulis | : | Debora Julianti |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR