Nakita.id - Memiliki seorang anak merupakan salah satu dambaan sejumlah pasangan yang telah menikah.
Anak adalah anugerah terindah yang diberikan oleh orangtua untuk dijaga sebaik-baiknya oleh para orangtua.
Tentu saja setiap orangtua menginginkan anak lahir ke dunia dalam kondisi sehat tanpa kekurangan apapun.
Namun, kondisi kesehatan yang tak dijaga dengan baik selama masa kehamilan, sering kali membuat Moms mengalami berbagai gangguan kesehatan.
Salah satunya Si Kecil yang terlahir sebagai anak berkebutuhan khusus.
Namun sayangnya, pengetahuan masyarakat yang masih awam sering kali menyebut anak berkebutuhan khusus sebagai salah satu orang yang tak memiliki akal dan pikiran.
Padahal, menurut dr. Tri Gunadi, AMD. OT, S.Psi, pendiri Yamet Child Development Center, Si Kecil bisa dikatakan anak berkebutuhan khusus jika memiliki perbedaan dari secara fisik maupun perilakunya.
Biasanya anak berkebutuhan khusus memiliki perbedaan yang mencolok dibandingkan teman-teman sebayanya yang terlahir normal.
"Anak berkebutuhan khusus memang berbeda secara fisik, sikis, emosional, perilaku. Secara patokan dengan anak tipikal itu berbeda," ujar dr. Tri dalam wawancara ekslusif bersama Nakita.id, Senin (1/11/2021).
Untuk memudahkan Moms dan Dads mengenal anak berkebutuhan khusus, dr. Tri pun menjelaskan bahwa anak berkebutuhan khusus terbagi menjadi dua.
"Anak berkebutuhan khusus dibagi menjadi dua, yaitu anak yang mengalami delay dan disorder," sambungnya.
Ya, speech delay dan speech disorder memang sama-sama memengaruhi tumbuh kembang anak.
Meski terlihat mirip, speech delay dan speech disorder memiliki banyak perbedaan.
Menurut dr. Tri, anak-anak yang mengalami speech delay memiliki ciri fisik yang normal, seperti anak pada umumnya.
Tetapi, speech delay bisa terlihat dengan jelas ketika pola tumbuh kembangnya lebih lambat dibandingkan dengan anak yang tidak memiliki gangguan.
"Anak yang delay secara umum normal semua, dari mulai ujung rambut sampai ujung kaki normal, delay itu keterlambatan. Secara anatomi, secara fisik tak ada gangguan, jadi enggak ada gangguan tuli, gangguan buta, enggak ada gangguan kepalanya kecil," imbuhnya.
Speech delay pada anak bisa terjadi oleh beberapa penyebab.
Dalam beberapa kasus, speech delay bisa terjadi apabila stimulus anak diabaikan dan orangtua cenderung tak peduli akan tumbuh kembang anaknya sendiri.
Tingkat kesibukan orangtua yang tinggi atau orangtua yang terlalu pendiam sering kali membuat anak mengalami keterlambatan.
"Delay bisa terjadi karena kurang perhatian, kurang stimulus jadi anak-anak yang diabaikan, anak-anak yang tidak diajarkan oleh orangtuanya, anak-anak yang delay pencapaian tugas perkembangannya," ucap dr. Tri.
Lalu, mengenai speech disorder, dr. Tri mengatakan jika kekurangan ini bisa terlihat jelas ketika ada gangguan dalam tumbuh kembangnya.
Baca Juga: Ketahui Pola Asuh yang Boleh dan Tidak Boleh Dilakukan Para Orangtua untuk Anak Berkebutuhan Khusus
Penyebab anak mengalami disorder bisa terjadi ketika Si Kecil yang lahir belum pada waktunya (prematur) atau sering mengalami kejang-kejang saat masih bayi, speech disorder juga bisa terjadi apabila para ibu hamil pernah berusaha untuk menggugurkan kandungannya selama masa kehamilan.
"Sedangkan, disorder memang ada gangguan, dari awal bisa kelihatan. Misalnya, bayi lahir prematur, waktu bayi kejang, saat lahir adanya kekurangan karena ibu yang mau menggugurkan kandungan, tetapi tidak gugur sehingga bayi tidak terlahir sempurna," tuturnya.
Anak bisa dikatakan disorder apabila mengalami gangguan juga pada pendengaran, seperti tunarungu, tak bisa melihat seperti tunanetra, atau keterlambatan berpikir, seperti tunagrahita.
Anak yang termasuk disorder dikelompokan pada anak down syndrome yang memiliki gangguan dengan ciri khas wajah yang sama, tunadaksa yang tak memiliki anggota tubuh yang sempurna, juga autis yang memiliki gangguan dalam berinteraksi dengan orang lain, serta anak hiperaktif, yang lebih aktif dari anak biasanya.
"Disorder ada banyak, seperti tunanetra, tunarungu, tunagrahita, down syndrome, tunadaksa, autisme, hyperaktivitas," pungkas dr. Tri.
Penulis | : | Ruby Rachmadina |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR