Kasus KDRT yang terjadi di Cianjur, Jawa Barat mencerminkan bahwa tindakan kekerasan sering dialami oleh sang istri, sedangkan suami menjadi pelakunya.
Namun Ayoe menuturkan, tindakan KDRT tak menutup kemungkinan perempuan juga bisa menjadi pelaku tindakan kekerasan.
"Yang kedua adalah faktor dari pasangannya sendiri. Laki-laki yang secara umum lebih sering dianggap pelaku kekerasan dalam rumah tangga. Walaupun tidak menutup kemungkinan perempuan juga bisa jadi pelaku kekerasan," ujar Ayoe.
Faktor yang menyebabkan maraknya kasus KDRT bisa juga disebabkan ketika pelaku merasa dengan melakukan kekerasan adalah cara mereka untuk menyelesaikan masalah.
Sikap yang menggebu-gebu, mudah marah, dan ucapan yang kerap meledak-ledak menjadikan para pelaku lebih mudah melakukan kekerasan terhadap korban.
Ayoe juga menuturkan sangat memungkinkan seseorang berperilaku keras kepada pasangan ketika mereka dalam pengaruh obat-obatan terlarang, seperti contoh karena pengaruh narkoba tentu sulit bagi pelaku untuk mengendalikan emosinya sehingga melakukan tindakan kekerasan terhadap pasangan.
Bahkan, masalah keuangan tak menutup kemungkinan terjadinya KDRT.
Apalagi jika pasangan dalam kondisi ekonomi yang sulit ditambah tidak memiliki penghasilan karena sudah terlalu lama menganggur.
"Bisa jadi memang tipikal individu yang mudah marah, kemudian sifat yang tempramental, memiliki masalah dalam pengelolaan emosi, penggunaan narkoba, permasalahan ekonomi yang membuat individu cenderung berpotensi menjadi pelaku kekerasan dalam rumah tangga," pungkas Ayoe.
Penulis | : | Ruby Rachmadina |
Editor | : | Nita Febriani |
KOMENTAR