Korban KDRT biasanya terjadi pada perempuan, sedangkan laki-laki menjadi seorang pelaku.
Hal itu terjadi karena kultur masyarakat yang sangat patriarkis.
Dimana perempuan berada di tempat terendah dibandingkan dengan sang suami.
Suami seakan memiliki kontrol lebih dan berkuasa dalam mengatur rumah tangga, sehingga membuat perempuan rentan menjadi korban.
"Belum lagi, ketika selalu berada di bawah kontrol, maka merasa tidak berdaya itu menjadi hal-hal ujung kekerasan dalam rumah tangga," tutur Ayoe.
Para orangtua seharusnya sadar bahwa kekerasan dalam rumah tangga tidak hanya berdampak pada suami atau istri itu sendiri.
Ayoe menuturkan jika KDRT juga bisa berdampak buruk bagi anak.
Anak bisa saja menjadi korban KDRT karena statusnya yang memiliki tingkatan yang lebih rendah di dalam rumah.
"Anak bisa sangat mungkin turut serta menjadi korban. Apalagi, kalau anak menjadi satu posisi hierarki di dalam satu rumah tangga, biasanya anak-anak memiliki tingkatan terendah dalam power atau kekuatan di dalam rumah. Kadang kala, kekerasan terjadi pada pasangan dan berdampak juga ke anak dan itu sangat mungkin terjadi," pungkas Ayoe.
KDRT juga bisa berdampak buruk bagi tumbuh kembang anak yang dikhawatirkan mereka akan meniru segala tindakan yang dilakukan oleh kedua orangtuanya hingga usianya menginjak dewasa kelak.
Penulis | : | Ruby Rachmadina |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR