Nakita.id - Memiliki hubungan rumah tangga yang harmonis tentu saja harapan bagi para pasangan suami istri.
Moms dan Dads tentu mengharapkan setelah menikah bisa menjadi pasangan yang berbahagia dan juga saling melengkapi satu sama lain.
Namun, pada praktiknya, tak jarang tindakan kekerasan justru terjadi dalam rumah tangga.
Seperti kasus KDRT yang terjadi di Cianjur, Jawa Barat.
Seorang pria warga negara asing berinisial AL (29) tega menyiram sang istri S (21) dengan air keras.
Korban yang mengalami tindakan kekerasan tersebut kini telah dinyatakan meninggal dunia.
Kasus ini menjadikan cerminan jika suami yang seharusnya bisa membuat istri, anak, dan anggota keluarga lainnya merasa nyaman dan aman tidak sepenuhnya diimplementasikan dengan baik.
Maraknya kasus KDRT mungkin membuat sebagian orang bertanya-tanya, mengapa kebanyakan korban KDRT lebih memilih menetap bersama dengan sang pelaku meski mendapatkan tindakan yang membahayakan nyawanya.
Orang-orang pasti berpikir jika seharusnya korban memulai kehidupan yang baru dan meninggalkan sang pelaku agar tidak terjadi lagi tindakan penganiayaan yang merugikan korban.
Dalam wawancara ekslusif bersama Nakita.id, Selasa (23/11/2021), Ayoe Soetomo, M.Psi., Psikolog, Psikolog Anak, Remaja, dan Keluarga TigaGenerasi ini menuturkan sangat sulit bagi korban untuk memutuskan pergi.
Bahkan, tak sedikit korban yang lebih memilih bertahan dalam rumah tangga yang tak sehat ini.
Faktor yang pertama adalah mengenai masalah ekonomi, dimana korban merasa enggan untuk meninggalkan pasangan yang bertindak abusif karena masih ketergantungan secara ekonomi.
Apalagi, jika korban tidak memiliki sumber penghasilan yang tetap, sehingga sangat berisiko dan merasa takut jika kelak ke depannya tak bisa memenuhi kebutan sehari-hari.
"Beberapa diantaranya karena faktor ekonomi. Karena memang kondisi ekonomi dibuat bergantung pada pasangan, sehingga tidak tahu harus bagaimana," ujar Ayoe.
Faktor kedua adalah korban merasa malu untuk menceritakan kepada orang-orang terdekat jika dirinya menjadi korban penganiayaan.
Korban masih merasa jika KDRT adalah aib yang tak seharusnya orang lain ketahui.
Korban menganggap jika menceritakan permasalahannya ini hanya akan mendapatkan respon berupa sindiran serta cacian dari orang sekitar.
"Faktor sosial. Kalau pisah apa kata tetangga, itu menjadi pertimbangan yang sekaligus senantiasa menjadi hal yang dipertimbangkan," sambungnya.
Pelaku KDRT kerap melontarkan perkataan yang kurang pantas seperti memberikan hinaan serta cacian yang kerap menyalahkan korban.
Hingga pada akhirnya, korban merasa kurang percaya diri yang semakin hari semakin rendah karena terus-menerus mendapatkan kekerasan.
Kondisi korban yang semakin terpuruk seolah dibuat tak berdaya hingga tidak bisa berbuat apa-apa.
"Ada juga yang tidak kalah penting adalah faktor individunya itu sendiri. Karena terlalu lama dalam kondisi KDRT, pada akhirnya menyerang kondisi kesehatan mental korban, konsep diri korban, menyerang kepercayaan diri. Korban merasa percaya dirinya semakin lama semakin rendah, semakin tidak mampu berbuat apa-apa. Sehingga untuk keluar dari lingkaran itu membutuhkan keberanian dan dukungan yang sangat besar," tutur Ayoe.
Jika terus berulang, dampaknya korban akan semakin merasa kalau dirinya bodoh dan salah, sehingga korban membenarkan tindakan perilaku abusif.
Lambat laun, korban akan semakin yakin jika dirinya memang pantas untuk mendapatkan kekerasan.
Untuk keluar dari hubungan rumah tangga yang kurang sehat ini, tentu perlu adanya dukungan yang kuat baik dari keluarga, sahabat, atau anak.
Korban juga harus mengumpulkan tekad dan keberanian yang kuat agar bisa keluar dari hubungan rumah tangga yang kerap di dalamnya terdapat kekerasan.
"Beberapa pelaku KDRT diiringi perilaku manipulatif, sehingga membuat korban merasa mereka layak dan pantas diperlakukan seperti itu, sehingga bertahan dan menerima perlakuan tersebut walaupun itu perlakuan yang tidak tepat. Jika telah jadi konsep yang ada di dalam diri korban, tentunya tidak mudah bagi dia keluar dari pernikahan tersebut," pungkas Ayoe.
Mengenal Istilah Grooming yang Ramai di Video Viral Guru dan Murid di Gorontalo
Penulis | : | Ruby Rachmadina |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR