Nakita.id – Sebagai orangtua, salah satu tahapan perkembangan anak yang dinanti adalah menunggu kapan anak bisa mulai berbicara. Rasanya bahagia sekali mendengar mulut Si Kecil mengeluarkan suara yang berarti.
Akan tetapi, tentunya kita jangan berharap Si Kecil akan serta merta mampu mengekspresikan apa yang dipikirkan dan dikehendakinya dalam bentuk kalimat sederhana atau kalimat utuh.
Suara pertama oleh anak adalah jerit tangis saat dilahirkan. Menurut pakar psikologi perkembangan F.J. Monks dan Knoers dari Belanda, tangisan itu lebih merupakan cara anak untuk bernapas sebab pada saat lahir anak harus mulai bernapas sendiri.
Mengoceh
Dalam perkembangan selanjutnya, tangis kemudian menjadi bentuk komunikasi selain kemampuan mengoceh. Bila pada awal kelahiran tangisan merupakan bentuk usaha bayi bernapas maka berikutnya tangisan akan menunjukkan keadaan tidak senang.
Sedangkan ocehan adalah bentuk anak menunjukkan rasa senang dan puas.
Lebih lanjut menurut Monks dan Knoers, mengoceh merupakan bentuk komunikasi karena mempunyai fungsi mengutarakan perasaan lebih banyak dibandingkan menangis. Terutama pada usia anak 6 bulan, mengoceh merupakan reaksi terhadap orang lain – misalnya ibu – yang melakukan kontak verbal dengan sang anak.
Karena itu, mengoceh dianggap sebagai kemampuan awal anak untuk berbahasa yang dilakukan anak sampai umur 9 bulan atau 1 tahun. Kemudian, ketika anak sudah mampu mengucapkan kata-kata pertama maka dapat dibilang anak sudah memasuki stadium kalimat satu kata.
Baca Juga: Perkembangan Kemampuan Berbicara Pada Masa Kanak-kanak Awal, Melatih Mendengar Sama Pentingnya
Kalimat satu kata
Dalam tahap perkembangan anak selepas dari tahapan mengoceh, anak akan mampu mengucapkan satu kata yang dapat kita anggap sebagai sebuah kalimat. Menurut beberapa ahli, kemampuan mengucapkan satu kata ini dimulai pada usia anak 10 bulan hingga 14 bulan. Pada usia ini anak akan betul-betul dapat meniru kata dari apa yang didengarnya untuk kemudian diucapkan.
Monks dan Knoers memberikan contoh ketika anak mengucapkan kata “kursi” maka kata yang diucapkannya itu mempunyai arti sama dengan sebuah kalimat utuh, walaupun orang dewasa harus berusaha menafsirkannya dengan tepat.
Jadi, kata “kursi” itu dapat berarti “saya mau duduk di kursi” atau “mau mainan yang ada di kursi”, atau juga bisa berarti perintah “mama harus duduk di kursi”.
Dengan demikian, kata-kata pertama anak yang berupa satu kata tidak bisa dipandang sebagai penyebutan objek, tapi harus dimengerti sebagai sebuah kalimat satu kata yang merepresentasikan rangkaian pikiran dan kehendak si anak.
(Penulis: David Togatorop S.S, M.Hum - Editor in Chief Nakita.id)
Melebarkan Sayap Hingga Mancanegara, Natasha Rizky Gelar Exhibition Perdana di Jepang
Penulis | : | David Togatorop |
Editor | : | David Togatorop |
KOMENTAR