Nakita.id – Ketika anak sudah memasuki masa kanak-kanak, yaitu pada usia kurang lebih 2 hingga 6 tahun untuk kanak-kanak awal (atau masa prasekolah) dan masa kanak-kanak akhir maka cara orangtua bersikap dan memfasilitasi kebutuhan anak akan sangat mempengaruhi tumbuh kembang anak, dan bahkan karakter anak.
Cara orangtua menghadapi anak kita sebut dengan pola asuh. Secara umum menurut ilmu psikologi perkembangan seperti dikutip dari ahli psikologi John Santrock, ada beberapa pola asuh umum yang sering dilakukan oleh orangtua, yaitu pola asuh demokratis, pola asuh otoriter, dan pola asuh permisif.
Berikut akan dijelaskan pemaparan singkat mengenai berbagai pola asuh tersebut.
Pola asuh otoritatif (authoritative parenting) sering disebut dengan pola asuh demokratis. Namun hendaknya kita membedakan pengertian otoritatif dengan otoriter (authoritarian) yang akan dijelaskan berikutnya.
Baca Juga: Perkembangan Anak dalam Keterampilan Motorik Kasar Duduk, Merangkak, Berdiri dan Berjalan
Pola asuh otoritatif ini adalah pola asuh yang ideal. Dalam pola asuh ini, orangtua bersifat suportif untuk mendorong anak agar bisa mandiri. Walaupun demikian, orangtua masih mempunyai kendali atas tindakan anak sehingga orangtua masih mengatur anak walaupun tidak dalam arti terlalu ketat.
Sikap tegas dari orangtua memang tetap ada. Akan tetapi orangtua masih menyediakan ruang untuk memberikan penjelasan kenapa ada aturan yang diberikan. Pola asuh otoritatif identik dengan diskusi hangat antara orangtua dan anak. Karena itu, dari diskusi hangat itu akan timbul rasa sayang dari orangtua terhadap anak maupun sebaliknya.
Pengasuhan otoritatif menghasilkan anak yang mempunyai kemampuan sosial yang baik, punya rasa percaya diri tinggi, dan mempunyai prestasi yang baik juga.
2. Pola asuh otoriter
Pola asuh ini adalah kutub yang berlawanan dari pola asuh otoritatif, meskipun namanya hampir mirip. Dalam pola asuh ini orangtua sering melakukan hal yang membatasi tanpa alasan. Orangtua juga kerap menghukum dan memaksa anaknya mengikuti aturan. Yang memprihatinkan, orangtua sering menunjukkan kemarahan bila aturannya dibantah dan bahkan sampai memukul anak. Tidak ada ruang diskusi mendengarkan pendapat anak untuk berkompromi.
Tentu saja pola asuh semacam ini harus dihindari. Bahkan sudah ada aturan-aturan negara dan konvensi sosial yang mengatur apa yang tidak boleh dilakukan oleh orangtua kepada anak. Sebab, pengasuhan semacam ini akan membuat anak menjadi tertekan karena susah bergaul di lingkungan sosial.
Sulit menemukan anak yang bahagia dalam pola asuh ini. Karena anak tertekan dan tidak bahagia maka kemampuan komunikasinya menjadi lemah dan pergerakannya menjadi lamban. Tidak jarang pola asuh agresif yang dialaminya ini akan diturunkannya kelak apabila ia memiliki anak.
Baca Juga: Perkembangan Anak, 3 Manfaat Tahapan Bermain dalam Masa Kanak-kanak Awal
3. Pola asuh permisif
Kata permisif sering diartikan berkonotasi negatif karena mengandung makna tidak peduli atau membiarkan. Sedikit banyak hal itu terjadi pada pola asuh permisif. Pada dasarnya pola asuh permisif terbagi menjadi dua, yaitu permisif yang membiarkan (permissive indulgent) dan permisif mengabaikan (permissive indulgent).
Pola asuh permisif membiarkan terjadi bila orangtua membiarkan anak bebas melakukan apa yang dikehendakinya. Meskipun orangtua terlihat terlibat dalam kehidupan anak tetapi apapun yang dikehendakinya dituruti orangtua, bagaikan dimanja. Apabila anak diasuh seperti ini anak akan menjadi orang yang egois dan cenderung ingin menang sendiri.
Pola asuh permisif mengabaikan terjadi bila orangtua membiarkan anak untuk berperilaku sesukanya karena orangtua tidak terlibat dalam kehidupan anaknya dan bahkan tidak tahu apa yang terjadi dalam proses tumbuh kembang anak. Orangtua menganggap diri merekalah yang penting, anak hanya sebagai pelengkap.
(Penulis: David Togatorop S.S, M.Hum - Editor in Chief Nakita.id)
Serunya Kegiatan Peluncuran SoKlin Liquid Nature French Lilac di Rumah Atsiri Indonesia
Penulis | : | David Togatorop |
Editor | : | David Togatorop |
KOMENTAR