Nakita.id - Risiko terbesar yang bisa saja terjadi pada setiap kehamilan adalah keguguran.
Ya, keguguran memang bisa saja datang ketika memasuki usia kehamilan ke 20 minggu.
Itulah mengapa para calon ibu harus lebih berhati-hati saat trimester pertama kehamilan.
Baca Juga: Biaya Kuret di Dokter dan Bidan Tergolong Tak Murah, Lebih Baik Cegah Penyebabnya Sedini Mungkin
Keguguran dapat terjadi oleh beberapa faktor baik dari kelainan kromosom hingga pola hidup yang dilakukan oleh para ibu hamil.
Salah satu penanganan yang dilakukan setelah mengalami keguguran adalah kuret.
Kuret merupakan salah satu perawatan setelah ibu hamil mengalami keguguran untuk mencegah terjadinya perdarahan atau infeksi.
Jika para ibu hamil merasakan adanya tanda-tanda keguguran, maka penting untuk melakukan pemeriksaan kehamilan ke dokter.
Nantinya dokter akan melakukan pemeriksaan melalui USG untuk memastikan kondisi sang janin yang ada di dalam kandungan.
Jika hasil dari pemeriksaan Moms mengalami keguguran, maka ada beberapa tindakan yang akan dilakukan, salah satunya kuret.
Dr. Malvin Emeraldi SpOG (K) FER (Dokter Spesialis Kebidanan & Kandungan Konsultan Fertilitas Endokrinologi Reproduksi, RSIA Brawijaya Antasari, mengatakan bahwa, kuret bisa dilakukan jika terjadinya perdarahan yang hebat.
Baca Juga: Mitos vs Fakta Kehamilan, Benarkah Ibu Hamil yang Pernah Kuret Tidak Bisa Melahirkan Normal?
Kuret juga harus dilakukan jika seluruh isi kandungan tidak bisa keluar secara sempurna dari dalam rahim.
"Tindakan kuret itu bisa dilakukan secara emergency, ketika mengalami perdarahan yang sangat banyak, lalu kita periksa USG, rupanya masih ada produk kehamilan yang masih tersisa di dalam rahim," ucap dr. Malvin dalam wawancara eksklusif bersama Nakita.id, Senin (6/12/2021).
Bila sisa jaringan janin tertinggal di dalam rahim, ibu hamil perlu dan membutuhkan prosedur kuret untuk mengeluarkannya.
Jika ibu hamil menolak untuk melakukan kuret, dikhawatirkan akan memengaruhi kondisi kesehatannya kelak.
"Ibu tidak bisa untuk menolak atau tidak mau melakukan kuret jika terjadi emergency. Gawat darurat jika tidak dilakukan nanti risikonya ibunya akan kurang darah, dan tidak baik pada ibu," sambungnya.
Namun, dr. Malvin mengatakan ada juga beberapa ibu hamil yang mengalami keguguran tak perlu menjalani tindakan kuret.
Hal itu dilakukan jika seluruh isi kandungan dan janin sudah keluar secara menyeluruh dari dalam rahim.
Biasanya keguguran seperti ini memiliki nama medis abortus komplit.
"Ada juga saat diperiksa perdarahan banyak dan saat USG sudah bersih yang disebut abortus komplit. Jika hal itu terjadi tidak perlu kuret, didiamkan saja yang penting yakin bahwa kehamilannya sudah keluar semua lengkap, tidak ada lagi sisa di dalam rongga rahim," ujar dr. Malvin.
Pada umumnya, memang benar bahwa janin yang tertinggal di dalam rahim dapat keluar dengan secara alami dalam kurun waku 1 hingga 2 minggu.
Tetapi, Moms juga harus menyadari bahwa tidak semua bisa membersihkan rahim dengan sendirinya.
Jika terlalu lama menunggu rahim keluar secara alami, dikhawatirkan hanya akan membuat permasalahan baru yang justru membahayan kondisi kesehatan sang ibu.
"Tapi ingat, bagi Moms yang mengalami keguguran, jangan berharap akan keluar sendiri karena tidak semuanya bisa keluar sendiri. Karena terlalu lama menunggu, takutnya keluar di rumah dan tak ada suami, kemudian perdarahannya keluar banyak, ibunya kondisinya tidak fit nanti yang ada jadi masalah bagi ibu," pungkas dr. Malvin.
Penulis | : | Ruby Rachmadina |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR