Nakita.id - Moms, lega rasanya kalau Si Kecil sudah diberi makan dan perutnya kenyang.
Tapi apakah makanannya mengandung gizi dan nutrisi yang cukup?
Seperti yang kita tahu, Indonesia masih mengalami berbagai permasalahan malnutrisi, terutama stunting.
Menurut Kemenkes (Kementerian Kesehatan) Republik Indonesia, stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang ditandai dengan tubuh pendek.
Penderita stunting umumnya rentan terhadap penyakit, memiliki tingkat kecerdasan di bawah normal, serta produktivitas rendah.
Tingginya prevalensi angka stunting dapat mempengaruhi kualitas sumber daya manusia (SDM) di masa depan.
Memperingati Hari Gizi Nasional 2022 yang bertema 'Aksi Bersama Cegah Stunting dan Obesitas', orang tua diingatkan kembali akan pentingnya mengoptimalkan gizi anak melalui pemberian makanan sehat bernutrisi.
Prof. drh. M Rizal. M. Damanik, MRep.Sc, PhD, Deputi Bidang Pelatihan, Penelitian, dan Pengembangan BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional), mengatakan bahwa masalah stunting dan obesitas memang menjadi masalah yang krusial di Indonesia beberapa tahun belakangan ini.
"Persoalan gizi yang menyangkut dengan stunting dan obesitas begitu mengemuka di Indonesia, ironisnya stunting adalah kekurangan zat gizi disisi lain obesitas yakni kelebihan," katanya dalam acara Virtual Press Conference bertajuk 'Rayakan Hari Gizi Nasional 2022, Royco Pertegas Komitmen Atasi Malnutrisi', Selasa (25/1/2022).
"Baik stunting dan obesitas mengganggu pertumbuhan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing," kata Prof Rizal.
Langkah pertama yang bisa dilakukan orang tua di rumah adalah mengoptimalkan gizi anak dengan pemberian makanan sehat yang seimbang.
Gizi seimbang artinya kebutuhan makronutrien (karbohidrat, protein, dan lemak) dan mikronutrien (vitamin dan mineral) terpenuhi.
Prof Rizal kemudian memaparkan manfaat fortifikasi gizi dalam makanan supaya kebutuhan makronutrien dan mikronutriennya seimbang.
"Fortifikasi maksudnya pengayaan bahan pangan dimana yang dikayakan itu adalah bahan pangan tersebut ditambah zat gizi mikro, sehingga menjadi lebih sempurna," kata Prof Rizal.
Misalnya bahan pangan utama seperti nasi atau tepung yang sebagian besar kandungannya adalah makronutrien, tetap perlu ditambah vitamin dan mineral dari mikronutrien.
Vitamin dan mineral yang termasuk mikronutrien adalah, Kalium, Kalsium, Asam folat, Zat besi, Magnesium, Fosfor, Vitamin A, Vitamin B6, Vitamin C, D, dan Zinc.
"Misalnya tepung zat didalamnya hanya karbohidrat, kalau ditambah dengan zat besi didalamnya tentu lebih bagus untuk tubuh," kata Prof Rizal.
Selain itu, ada juga beberapa bahan pangan lain yang bisa difortifikasi misalnya garam.
"Banyak anak Indonesia mengalami kasus kekurangan yodium, makanya dilakukanlah fortifikasi pada garam," kata Prof Rizal.
"Karena hampir setiap hari memasak, kita butuh garam, kalau garamnya hanya kalium saja akan lebih baik kalau difortifikasi dengan yodium," lanjutnya.
Yodium berfungsi untuk mencegah penyakit tiroid, serta mengatur proses metabolisme dan berbagai fungsi organ dalam tubuh.
Selain garam, bahan pangan lainnya yang bisa difortifikasi adalah minyak goreng.
"Minyak goreng bisa difortifikasi dengan vitamin A," kata Prof Rizal.
Sebab, minyak goreng hanya mengandung lemak yang termasuk makronutrien.
Melansir dari Kompas, fortifikasi vitamin A pada minyak goreng di sejumlah negara dapat menurunkan 25 persen angka kematian bayi dan anak balita akibat infeksi.
Dengan mengonsumsi bahan pangan yang sudah difortifikasi, kita bisa mendapat kandungan makronutrien dan mikronutrien sekaligus dalam satu makanan.
"Pengayaan bahan pangan ini tentunya memberikan manfaat bagi mereka yang mengonsumsinya, selain lebih mudah juga tentunya lebih praktis," pungkasnya.
Penulis | : | Kintan Nabila |
Editor | : | Poetri Hanzani |
KOMENTAR