Hal tersebut dikonfirmasi oleh penelitian yang diterbitkan ke server pracetak untuk makalah ilmu kesehatan yang belum ditinjau oleh rekan sejawat, yang didirikan oleh Yale University dan The British Medical Journal.
Selain itu, penelitian tersebut sudah mengidentifikasi 20 kasus di mana individu terinfeksi Delta dan Omicron pada saat yang sama, termasuk satu kasus yang termasuk virus rekombinan tingkat rendah.
Dua kasus koinfeksi telah dilaporkan dalam penelitian lain yang saat ini sedang ditinjau, kata penulis penelitian.
Ahli virus di Universitas Siprus bernama Leondios Kostrikis juga mengonfirmasi adanya kasus rekombinan Deltacron pada 7 Januari lalu.
Menurut tim peneliti, 25 urutan sudah diunggah ke GISAID, yang merupakan sebuah organisasi penelitian internasional yang melacak perubahan Covid dan virus flu, hari itu, dan 27 lainnya beberapa hari kemudian, menurut artikel Nature 21 Januari berjudul Deltacron: the story of the variant that wasn't.
Sementara itu, beberapa ahli memperingatkan, dengan banyak yang bersikeras bahwa rekombinan belum lahir, tetapi urutan yang ditemukan kemungkinan merupakan produk kontaminasi laboratorium.
Sayangnya, para penentang tersebut salah.
Pemimpin teknis Covid-19 WHO, Dr. Maria Van Kerkhove, seorang ahli epidemiologi penyakit menular, membahas varian tersebut pada briefing media hari Rabu.
Ia mengakui adanya campuran Delta, juga dikenal sebagai AY.4, dan Omicron, juga dikenal sebagai BA.1.
Campuran itu telah diidentifikasi di Prancis, Belanda, dan Denmark, katanya.
Dia menambahkan bahwa tingkat deteksi "sangat rendah" dan mutasi semacam itu tidak mengejutkan.
Penulis | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR