Nakita.id - Malang sekali nasib pedagang bensin eceran mulai tahun ini, pasalnya tangan kanan Jokowi menerbitkan larangan beli pertalite pakai jeriken di seluruh SPBU Indonesia.
Kalau mendadak kehabisan bensin atau BBM, Moms biasanya mencari pedagang bensin eceran hanya sekadar biar kendaraan kembali melaju dijalanan.
Harganya kisaran Rp10 ribu untuk satu liter.
Biasanya Moms menjumpainya dalam kemasan botolan bekas.
Dijual di pinggir jalan, bahkan toko kelontong sekalipun.
Semakin kreatif masyarakat, Moms juga kadang menemui pertamini, dengan tangki seadanya, penjual memasukan bensin ke kendaraan layaknya di SPBU.
Tapi sekarang Moms sudah tidak akan menemui mereka lagi, karena diduga semua penjual bensin eceran bakal gulung tikar.
Hal ini terkait peraturan baru dari pemerintah yaitu dilarang membeli pertalite di jeriken.
Bagaimana berita selengkapnya? Simak di sini.
Mengutip Kompas, PT Pertamina (Persero) menetapkan larangan pembelian bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite menggunakan jeriken.
Kebijakan ini akan diberlakukan di seluruh Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Indonesia.
Mulanya larangan ini diketahui dari surat edaran Pertamina kepada pengusaha SPBU atau lembaga penyalur BBM di wilayah regional (Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Jatimbalinus).
Surat tertanggal 5 April 2022 yang berasal dari Region Manager Retail Sales Jatimbalinus Fedy Alberto berisikan larangan SPBU melayani pembelian Pertalite dengan jeriken, sebab Pertalite kini sudah menjadi Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP).
Pjs. Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, SH C&T Pertamina Irto Ginting membenarkan informasi larangan tersebut.
Ia bilang, kebijakan larangan pembelian Pertalite dengan jeriken akan diberlakukan di seluruh SPBU di Indonesia, tak hanya regional Jatimbalinus.
"Intinya memang akan kami infokan semua SPBU (dilarang melayani pembelian Pertalite dengan jeriken), mengingat ini adalah BBM bersubsidi," ujar Irto Ginting pada Kamis (7/4/2022).
Ia mengatakan, larangan tersebut saat ini sedang dalam proses sosialisasi ke para pemilik SPBU Pertamina.
Sehingga ke depannya kebijakan ini akan berlaku di seluruh SPBU di Indonesia.
"Kami sedang dalam proses menginformasikan ke semua SPBU," lanjutnya.
Adapun secara rinci, surat yang ditujukan bagi pemilik SPBU di wilayah regional Jatimbalinus itu menyatakan kebijakan larangan mengacu pada tiga aturan.
Pertama Undang-Undang UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, kedua Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak, dan ketiga Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 37.K/HK.02/MEM.M/2022 tentang Jenis Bahan Bakar Minayk Khusus Penugasan.
"Sehubungan dengan perubahan status Pertalite dari Jenis BBM Umum (JBU) menjadi Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP), maka bersama ini kami tegaskan bahwa SPBU/Lembara Penyalur DILARANG melayani pembelian Pertalite dengan jeriken/drum yang digunakan untuk diperjualbelikan kembali (pengecer)," tulis Fedy pada surat tersebut.
Fedy menambahkan, aspek health, safety, security, and environment (HSSE) juga harus menjadi perhatian utama pelayanan di SPBU atau lembaga penyalur BBM, mengingat Pertalite merupakan BBM jenis gasoline yang termasuk kategori barang mudah terbakar.
"Apabila terjadi pelanggaran pelayanan Pertalite, maka akan diberi pembinaan/sanksi sesuai ketentuan yang berlaku," ungkap Fedy melalui surat itu.
Sebagai informasi, setelah Pertalite ditetapkan menjadi jenis BBM penugasan, itu berarti distribusinya menjadi diatur pemerintah ke wilayah penugasan.
Serta dapat disubsidi melalui skema pemberian kompensasi kepada Pertamina. Sejalan dengan itu, pemerintah menetapkan kuota Pertalite pada tahun ini sebanyak 23,05 juta kiloliter (KL).
Sementara realisasi penyaluran Pertalite hingga Februari 2022 sudah mencapai 4,258 juta KL, lebih tinggi 18,5 persen dari kuota yang ditetapkan sepanjang Januari-Februari 2022.
(Artikel ini telah tayang di Kompas dengan judul "Larangan Beli Pertalite Pakai Jeriken Berlaku di SPBU Seluruh Indonesia")
Penulis | : | Aullia Rachma Puteri |
Editor | : | Nita Febriani |
KOMENTAR