Nakita.id – Sunat memang sudah lazim dilakukan pada anak laki-laki, namun perlukah sunat bayi perempuan dilakukan?
Istilah sunat sendiri dalam bahasa medis dikenal dengan sirkumsisi.
Tindakan medis ini dilakukan dengan cara memotong atau membuang kulit penutup pada alat kelamin pada anak laki-laki.
Kendati sunat pada anak laki-laki membawa dampak yang baik pada kesehatan, hal tersebut tidak berlaku demikian jika prosedur ini dilakukan pada bayi perempuan.
Masih terdapat tumpang tindih dengan adanya adat istiadat dan kepercayaan masyarakat yang menghendaki bahwa sunat pada bayi perempuan dilakukan.
Lantas bagaimana sunat bayi perempuan ditinjau dari sisi medis?
Dokter spesialis anak, dr. Debby Andina Landiasari, Sp. A, di Rumah Sakit JIH Solo memberikan penjelasan bahwa tidak ada rekomendasi untuk dilakukannya sunat pada bayi perempuan.
“Kalau memang berdasarkan medis untuk rekomendasinya saat ini untuk sunat pada bayi perempuan itu memang tidak direkomendasikan,” kata dr. Debby dalam wawancara eksklusif bersama Nakita.id (18/05/2022).
Ia menambahkan bahwa bila tindakan ini dilakukan pada bayi perempuan tanpa indikasi medis belum terbukti memiliki banyak manfaat dan cenderung akan menimbulkan banyak efek samping.
Sementara itu, berbagai organisasi kesehatan telah sepakat bahwa sunat bayi perempuan memang tidak direkomendasikan.
“Kalau rekomendasi IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) memang itu tadi tidak direkomendasikan. Kemudian juga dari badan-badan dunia sebetulnya juga sudah mendeklarasikan kalau memang dari WHO seperti itu juga tidak merekomendasikan karena tidak terbukti ada manfaatnya,” lanjut dr. Debby.
Bahkan sunat pada perempuan tersebut justru tergolong pada bentuk mutilasi genital perempuan atau female genital mutilation (FGM).
“Nah bahkan untuk badan American Academic of Pediatrics (AAP) ya dokter-dokter anak di Amerika itu juga menyebutkan justru kalau dilakukan sunat itu merupakan suatu bentuk mutilasi ya sesuai FGM.” ujarnya.
Sunat pada bayi perempuan merujuk pada tindakan FGM lantaran tindakan ini dilakukan dengan memotong bagian klitoris pada wanita.
Kenyataannya tidak semua wanita memiliki penutup pada klitoris seperti pada laki-laki, dan bila tindakan ini tetap dilakukan hanya akan melukai bagian tersebut.
“Padahal klitoris itu sendiri kan sebenarnya banyak pembuluh darahnya, banyak sistem sarafnya, seperti itu jadi ditakutkan nanti malah menyebabkan pendarahan” sambung dr. Debby.
Ia melanjutkan bahwa efek jangka panjang dari sunat bayi perempuan dapat berisiko menyebabkan sejumlah gangguan.
Lebih lanjut lagi, dr. Debby menyebutkan bahwa akibat adanya pendarahan tersebut maka dapat berpotensi mengalami infeksi dan mengembangkan gangguan pada saluran kencing.
Sunat pada bayi perempuan sejauh ini belum terbukti memiliki manfaat.
Sebaliknya, lebih banyak justru mendatangkan banyak dampak yang bisa berpengaruh pada kesehatan baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek.
“Karena memang yang pertama itu tadi kan yang pertama belum terbukti bermanfaat ya sedangkan kalau untuk dilakukan sunat itu kan melukai menyebabkan luka pada organ genital perempuannya tanpa adanya indikasi medis,” paparnya.
dr. Debby kembali menegaskan bahwa tindakan yang menyebabkan luka pada bagian klitoris saat sunat dilakukan bisa dapat berakibat buruk.
Jika sunat pada bayi perempuan dilakukan dan menyebabkan pendarahan yang banyak, hal ini bisa sampai mengancam nyawa.
Selain berisiko mengalami pendarahan, sejumlah efek samping terkait masalah kesehatan juga bisa timbul.
“Nah karena itu tadi banyak pendarahan untuk selanjutnya itu bisa mengakibatkan terkait berbagai permasalahannya seperti infeksi, kemudian ada ke arah permasalahan kandung kemih, bahkan bisa menyebabkan infeksi saluran kemih,” pungkas dr. Debby.
Serunya Kegiatan Peluncuran SoKlin Liquid Nature French Lilac di Rumah Atsiri Indonesia
Penulis | : | Syifa Amalia |
Editor | : | Poetri Hanzani |
KOMENTAR