Nakita.id - Hingga saat ini, permasalahan gizi kronis pada balita tidak pernah selesai.
Hal ini tentunya disebabkan oleh asupan makanan yang tidak sesuai dengan kandungan gizi yang telah ditetapkan.
Bahkan, hal ini telah menjadi hal yang lumrah dalam masyarakat Indonesia, sehingga pertumbuhan kognitif dan fisik anak dapat terganggu.
Dalam upaya mengurangi masalah tersebut, Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI), berkolaborasi dengan Ikatan Guru Aisyiyah Bustanul Athfal (IGABA), mengadakan Webinar Nasional Edukasi Gizi.
Webinar ini diadakan secara terbuka untuk umum, khususnya seluruh lembaga PAUD di Indonesia.
Melalui webinar ini, peserta, khususnya orangtua dan keluarga, kembali diingatkan bahwa mereka adalah lingkungan terdekat anak menjadi ujung tombak dari kecukupan gizi anak.
Di samping itu, sebagai lembaga pembelajaran dini bagi anak, PAUD juga memiliki peranan penting untuk pemenuhan gizi anak, serta dapat menjadi jembatan bagi orangtua dan anak untuk lebih memahami pentingnya asupan makanan bergizi untuk anak.
Maka, bahan ajar yang tepat untuk anak usia PAUD menjadi elemen edukasi yang sangat penting.
Sehingga, para guru PAUD perlu bekal pengetahuan gizi agar bisa mewujudkan edukasi yang tepat bagi peserta didik tersebut.
Baca Juga: Peran Bidan Menurunkan Stunting Anak Demi Atasi Tingginya Angka Stunting di Indonesia
Prof. Dr. Masyitoh Chusnan, M.Ag., Ketua Pimpinan Pusat (PP) Aisyiyah, mengatakan, dalam lingkup organisasi Aisyiyah, guru merupakan ujung tombak pendidikan.
Maka dari itu, guru-guru dituntut untuk memiliki kompetensi serta cerdas akan literasi agar mampu memberikan pemahaman kepada anak.
Faktanya, seorang anak terkadang lebih mendengar gurunya sendiri dan dapat menasihati orangtua dari anak tersebut.
“Guru harus terus menerus mencari edukasi dan budaya guru itu ada empat, yaitu membaca ilmu terkait tugas guru, menulis, mengajar dan dapat mengamalkan ilmu yang telah mereka dapat. Dan saran saya kepada para guru untuk selanjutnya kita bisa menyempurnakan panduan kepada murid seperti melalui buku panduan terkait gizi,” jelas Masyitoh.
Dalam kesempatan yang sama, Arif Hidayat, SE., MM. selaku Ketua Harian YAICI juga mengakui bahwa persoalan gizi sekarang ini tidak hanya menyangkut stunting, melainkan juga risiko anak kelebihan berat badan atau obesitas.
“Konsumsi makanan dan minuman yang tidak terkontrol saat ini banyak terlihat di anak Indonesia,” pungkas Arif.
“Salah satu akibatnya yaitu anak menjadi gagal tumbuh karena tidak mendapatkan nutrisi yang tepat. Seperti, pemberian susu kental manis pada anak yang dalam proses tumbuh kembang yang akan menjadi pemicu tersebut,” ungkapnya.
Menurut Arif, orangtua seharusnya paham jika susu kental manis hanya dikonsumsi untuk topping makanan dan minuman saja, bukan untuk dikonsumsi sebagai minuman, terlebih pengganti susu formula bubuk maupun ASI.
Selain itu, Pengajar FKIP UHAMKA & Pengurus Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) PP Aisyiyah, DR. Chandawaty M.Pd. menegaskan akan perlunya edukasi terkait susu, serta penggunaan susu kental manis untuk tidak dijadikan sebagai asupan harian untuk nutrisi harus.
Pasalnya, jika dikonsumsi terus-menerus, hal ini akan mengganggu tumbuh kembang anak untuk kedepannya.
“Karena itu, kita perlu mengenal bahwa susu kental manis ini bukan produk susu, dan bukan untuk diseduh secara langsung,” jelas Chandrawaty.
“Sebab, susu jenis ini mengandung gula dua kali lipat lebih banyak dari susu sapi. Makanan dengan kandungan gula tinggi seperti ini yang dapat meningkatkan risiko obesitas di Indonesia,” lanjutnya menjelaskan.
Chandrawaty juga berharap agar edukasi gizi, terutama untuk para guru PAUD, dapat terus dilakukan.
“Guru PAUD perlu tahu susu seperti apa yang harus dikonsumsi oleh anak dengan nutrisi yang baik. Nantinya mereka dapat memberikan edukasi gizi ini kepada anak murid dan orang tuanya,” terangnya.
Dalam webinar ini pula hadir Dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A(K) selaku Ketua Umum Pimpinan Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia yang menyampaikan akan pentingnya asupan protein hewani pada anak, seperti ikan, telur, dan susu untuk mencegah stunting.
Terakhir, ada juga seorang pemerhati anak dan pendongeng bernama Muhammad Awam Prakoso, yang mengatakan bahwa mendidik anak tidak dapat dilakukan secara mendadak, tetapi dilakukan secara terus-menerus dengan metode komunikatif seperti mendongeng.
“Saat kita ingin mendongeng, kita perlu menggali tentang cerita atau naskah yang akan diceritakan. Selain itu bahasa tubuh dan suara yang ekspresif, komunikatif, dan unik menjadi poin utamanya. Anak juga nanti akan merasa senang dan tertarik akan cerita kita,” jelas Awam.
Moms, Yuk Wujudkan Tubuh Sehat di Tahun Baru dengan Kesempatan Emas dari Prodia Ini!
Penulis | : | Shannon Leonette |
Editor | : | Nita Febriani |
KOMENTAR