Dilansir dari Moms, Dina Rose, Ph.D, mengatakan frasa seperti, “Makan satu gigitan lagi," atau "Makan sayuran jika ingin es krim" misalnya dapat mengganggu perasaan lapar dan kenyang internal anak.
Meskipun orangtua mungkin memiliki niat baik supaya anak mendapatkan semua asupan bergizi dari makanan tersebut.
Tetapi, permintaan ini dapat membingungkan anak-anak dan memaksa mereka untuk memilih antara isyarat alami tubuh mereka dan mematuhi orangtua mereka.
Seiring waktu, anak-anak mulai mengabaikan isyarat alami mereka tentang rasa lapar dan malah melihat ke arah orangtua.
Sekaligus meminta persetujuan menentukan ukuran porsi seberapa banyak makanan yang harus dikonsumsi. Efek jangka panjangnya ini akan menyebabkan gangguan makan.
Pada akhirnya, dapat menyebabkan hubungan yang tidak sehat dengan makanan atau bahkan gangguan makan yang parah.
Selanjutnya, para peneliti di University of Michigan baru-baru ini menerbitkan sebuah penelitian yang mengevaluasi bagaimana taktik tekanan berdampak pada kebiasaan makan balita.
Salah satu peneliti, Dr. Julie Lumeng, mencatat bahwa menekan anak-anak untuk makan bisa terlihat seperti mengendalikan dan mengganggu.
Sejumlah penelitian lain menunjukkan bahwa mengasuh anak dengan kontrol dan paksaan jarang bermanfaat bagi kesehatan dan kesejahteraan anak secara keseluruhan.
Pola asuh yang memaksa dapat menyebabkan hubungan yang tidak nyaman atau bahkan agresif antara Moms dan anak.
Dalam beberapa kasus, kebutuhan anak untuk memberontak terhadap orangtua dapat menyebabkan masalah makan jika orangtua memaksa untuk makan.
Melebarkan Sayap Hingga Mancanegara, Natasha Rizky Gelar Exhibition Perdana di Jepang
Penulis | : | Syifa Amalia |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR