Nakita.id - Tanggal 14 Agustus hari apa?
Pertanyaan 14 agustus hari apa memang banyak dicari oleh banyak orang yang mungkin lupa bahwa tanggal itu sebenarnya merupakan Hari Pramuka, Moms.
61 tahun lalu tepatnya pada 14 Agustus 1961, Gerakan Pramuka pertama kali diresmikan di Indonesia.
Butuh waktu yang tidak sebentar bagi Indonesia menjadikan 14 Agustus sebagai Hari Pramuka.
Lalu, kira-kira bagaimana ya sejarah Hari Pramuka sampai diperingati pada 14 Agustus setiap tahunnya?
Apabila Si Kecil di rumah menanyakan bagaimana sejarah hingga diperingati Hari Pramuka setiap tanggal 14 Agustus, Moms bisa menjelaskannya dengan memerhatikan dahulu sejarahnya berikut ini.
Sejarah Awal Hari Pramuka
Lahirnya Hari Pramuka di Indonesia butuh waktu yang cukup panjang, Moms
Hadirnya Hari Pramuka sendiri dimulai dari pendudukan Hindia-Belanda hingga kemerdekaan.
Dilansir dari Pramuka, gerakan pramuka sebenarnya sudah ada sejak zaman Hindia-Belanda di tahun 1912.
Gerakan pramuka ini pertama kali muncul ditandai dengan dimulainya latian berkelompok pandu di Batavia yang menjadi cabang Nederlandsche Padvinders Organisatie (NPO).
Baca Juga: Simak Lebih Jauh Sejarah Singkat Pramuka, Materi Kelas 4-6 SD Belajar dari Rumah TVRI Hari Ini
Hingga akhirnya pada 1914, cabang dari NPO itu disahkan untuk berdiri dengan nama Nederlands-Indische Padvinders Vereeniging (NIPV) atau Persatuan Pandu-pandu Hindia Belanda.
Sayangnya, saat itu, belum ada orang Indonesia yang mengikuti organisasi NIPV.
Sebab, pada masa awal-awal pembentukannya, organisasi itu hanya diikuti oleh orang-orang keturunan Belanda saja, Moms.
Hingga akhirnya di 1916, didirikan satu organisasi lain.
Berbeda dengan NPO, organisasi hanya diperuntukkan bagi pandu-pandu pri bumi.
Organisasi yang diprakarsai oleh Mangkunegara VII itu diberi nama Javaansche Padvinders.
Berawal dari Javaansche Padvinders itulah, ada banyak organisasi yang muncul di wiliayah Hindia-Belanda.
Diantaranya, ada organisasi Padvinder Muhammadiyah (Hizbul Wathan), Nationale Padvinderij, Syarikat Islam Afdeling Pandu, Kepanduan Bangsa Indonesia, dan banyak lainnya.
Hingga pada Desember 1934, Lord-Baden Powell mengunjungi organisasi kepanduan di Batavia (Jakarta), Surabaya dan Semarang.
Lalu, di tahun 1937, pandu-pandu bumiputera juga turut menghadiri Jambore Pramuka yang diadakan di Belanda.
Sampai akhirnya, Indonesia juga turut mengadakan kegiatan perkemahan dan jambore kepanduan yang diadakan di berbagai tempat.
Baca Juga: Mengenal Robert Baden-Powell, Bapak Pandu Dunia yang Berjuang Demi Pramuka di Seluruh Dunia
Salah satunya diselenggarakan di Yogyakarta pada 19-23 Juli 1941.
Beberapa bulan setelah kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada 27-29 Desember 1945, Kongres Kesatuan Kepanduan Indonesia di Surakarta akhirnya resmi digelar.
Dari Kongres tersebut, terciptalah keputusan untuk membuat Pandu Rakyat Indonesia seabgai satu-satunya organisasi kepramukaan di Indonesia.
Sayangnya, kehadiran Pandu Rakyat di Indonesia tak bertahan lama.
Sebab di tahun 1948, Belanda kembali melakukan agresi militer hingga membuat Pandu Rakyat di Indonesia dilarang berdiri.
Hal tersebutlah yang sampai membuat beberapa organisasi baru terbentuk.
Mulai dari Kepanduan Putera Indonesia (KPI), Pandu Puteri Indonesia (PPI) dan Kepanduan Indonesia Muda (KIM).
Lahirnya Gerakan Pramuka di Indonesia sendiri sebenarnya di awali oleh berbagai rangkaian peristiwa diantaranya:
- 9 Maret 1961, diresmikan nama Pramuka dan menjadi Hari Tunas Gerakan Pramuka Indonesia
- 20 Mei 1961, terbitnya Keputusan Presiden Nomor 238 Tahun 1961 tentang Gerakan Pramuka dan dikenal sebagai Hari Permulaan Tahun Kerja
- 20 Juli 1961, para wakil organisasi kepanduan Indonesia meleburkan diri ke dalam Gerakan Pramuka dengan momen Hari ikrar Gerkan Pramuka.
Baca Juga: Berawal Ikut Kegiatan Pramuka Tapi Berakhir Tragis, Siswi Ini Ungkap Kejadian Sebenarnya 'Saya Mau Menyelamatkan Diri Tapi Terseret Arus Air'
Artikel ini telah tayang di Kompas dengan judul "Hari Ini dalam Sejarah: Lahirnya Gerakan Pramuka di Indonesia 14 Agustus 1961",
Penulis | : | Geralda Talitha |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR