"Dengan orang kafir, kalau berani mubahalah begini kalau memang aku benar, akan diturunkan musibah kepadamu, seperti itu dalam ungkapannya. Kalau memang aku salah, akan diturunkan musibah kepadaku, itu mubahalah," tambahnya.
Buya Yahya pun semakin memperjelas mengenai mubahalah dengan memberikan contoh lain.
"Dua kelompok misalnya, semua mempertahankan ini, ada orang difitnah misalnya, dia berani mubahalah," jelasnya lagi.
"Kalau memang apa yang dituduhkan kepadaku itu benar melakukannya, maka akan turun musibah kepadaku, kalau tidak akan turun musibah kepada yang memfitnah," tambahnya.
Namun, Buya Yahya menganjurkan untuk tidak buru-buru dalam melakukan mubahalah.
"Itu adalah mubahalah yang sebenarnya, cuma jangan buru-buru dalam mubahalah, selagi kita masih bisa berkomunikasi yang baik, damai dan seterusnya," lanjutnya.
"Waktu itu, orang kafir memang kurang ajar bener dengan baginda Nabi, malah mereka yang menantang," jelas Buya Yahya.
"Pun akhirnya mereka mundur juga orang ngerti Nabi Muhammad bener, mereka menantang, tapi setelah itu nggak beranijuga," tuturnya.
"Karena Nabi tidak pernah bohong dalam berucap, apa yang diomongkan Nabi itu bener," paparnya.
Jika suatu permasalahan bisa diselesaikan secara baik-baik, maka tak perlu dalam melakukan mubahalah.
"Baik, mubahalah itu seperti itu dan tidak perlu kita sampai derajat mubahalah buru-buru, dikit-dikit mubahalah. Enggak perlu mubahalah, kalau bisa selesaikan dulu, apasih permasalahannya, didiskusikan dulu, selesai, jangan sampai buru-buru mubahalah seperti itu," tukasnya.
Penulis | : | Aullia Rachma Puteri |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR