Nakita.id - Preeklampsia dan Eklampsia adalah dua gangguan kehamilan yang bisa membahayakan ibu hamil.
Kondisi Preeklampsia dan Eklampsia bahkan dapat berujung fatal.
Oleh sebab itu, Moms perlu mengenali Preeklampsia dan Eklampsia serta perbedaannya.
Dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi (Obgyn) dr. Ruswantriani, Sp.OG dari RSU Bunda Menteng Jakarta menjelaskan tentang bahaya kedua kondisi ini bagi ibu hamil.
Dalam wawancara eksklusif bersama Nakita.id pada Jumat (7/10/2022), dokter yang akrab disapa dr. Tria ini menyebutkan, adalah penyumbang angka kematian ibu yang cukup tinggi.
Preeklampsia secara umum adalah kondisi keracunan dalam kehamilan yang spesifik hanya terjadi pada ibu hamil.
Definisi klasik Preeklampsia adalah ketika ibu hamil spesifik mengalami darah tinggi saat hamil dan ditemukan adanya protein dalam kencing.
Umumnya kondisi ini terjadi ketika usia kehamilan di atas 20 minggu.
Lama kelamaan definisi ini berkembang menjadi kondisi darah tinggi pada ibu hamil yang bisa juga disertai gangguan di organ lain.
Misalnya gangguan pada otak, gangguan penglihatan, nyeri kepala hebat, stroke, muncul cairan di paru-paru, produksi enzim pada hati meningkat, fungsi ginjal turun, atau adanya gangguan pada trombosit rendah.
Ketika ibu hamil mengalami Preeklampsia, bukan hanya dirinya saja yang berisiko menghadapi bahaya kesehatan, janin dalam kandungannya pun akan terpengaruh.
Baca Juga: Cara Mencegah Preeklampsia Saat Hamil Supaya Calon Buah Hati Bisa Lebih Sehat
"Preeklampsia akan menyebabkan gangguan pada bayi karena terhambatnya aliran darah dari ari-ari ke bayi yang ditandai dengan ukuran bayi kecil dan volume ari ketuban berkurang," jelas dr. Tria.
Lebih lanjut, dr. Tria menjelaskan dalam kondisi normal, ketika terjadi kehamilan ari-ari janin akan melakukan invasi di dalam rahim untuk membuat pembuluh darah di rahim melebar sehingga aliran darah dan nutrisi dari ibu ke janin menjadi lancar.
Namun pada ibu hamil dengan kondisi preeklampsia, hal ini tidak terjadi akibat kondisi pembuluh darah tidak elastis dan sempit sehingga menyebabkan tekanan darahnya tinggi.
Sementara itu, penyebab pasti dari terjadinya kondisi ini masih perlu diteliti lebih lanjut.
Preeklampsia diawali dengan terdeteksinya hasil tensi atau tekanan darah yang tinggi, yaitu di atas 140/90 mmHg.
Jika hal ini terjadi ketika kehamilan di bawah usia 20 minggu, maka dokter biasanya akan mendiagnosa keadaan ini sebagai darah tinggi pada ibu hamil.
Namun jika terjadi pada usia kehamilan di atas 20 minggu, lalu disertai dengan gangguan pada organ lain dan terdeteksi adanya protein pada urine, maka Moms perlu waspada bahwa ini adalah Preeklampsia.
Meski penyebab pasti Preeklampsia belum diketahui, namun ada beberapa faktor risiko yang bisa memperbesar peluang terjadinya Preeklampsia pada ibu hamil, antara lain:
- kehamilan pertama,
- kehamilan kembar,
- obesitas
- pernah mengalami preeklampsia sebelumnya pada kehamilan pertama, sehingga di kehamilan kedua risiko preeklampsia akan meningkat 30-50%
- memiliki riwayat penyakit seperti diabetes atau autoimun.
"Bahaya Preeklampsia bisa menimbulkan komplikasi pada organ lain seperti yang telah disebutkan sebelumnya, hingga menyebabkan ibu kejang atau eklampsia."
Eklampsia adalah kondisi fatal yang terjadi akibat preeklapmsia pada ibu hamil yang disertai dengan kejang.
Kondisi ini pada beberapa kasus juga bisa dialami oleh ibu setelah melahirkan, disebut sebagai eklampsia puerperalis.
"Normalnya, ketika melahirkan kondisi eklampsia akan selesai, namun pada kasus khusus ada ibu yang gejala eklampsianya masih berlanjut sehingga kerap mengalami kejang pasca melahirkan," jelas dr. Tria.
Ketika ibu hamil mengalami kejang, ada periode otak tidak mendapatkan oksigen, sehingga terjadi kondisi hipoksia yang ditakutkan akan menyebabkan komplikasi lanjutan pada otak.
"Kejang berulang juga dapat menimbulkan risiko stroke oksigen ke bayi berkurang dan terjadi gawat janin ditandai dengan air ketuban hijau pekat, bayi lahir tidak menangis, dan bayi harus segera dilarikan ke NICU," tambahnya.
Oleh karena Eklampsia adalah kondisi paling fatal dari Preeklampsia, maka biasanya dokter akan menyarankan untuk segera menyelesaikan kehamilannya sehingga seringkali ibu harus melahirkan bayi prematur.
Jika kehamilan kurang bulan, maka Moms akan diberi alternatif menunggu minimal usia kehamilan 35 minggu sambil diberikan obat pematangan paru bayi, obat anti kejang MgSO4 untuk menurunkan risiko kejang, dan obat darah tinggi anti hipertensi untuk mengontrol darah tingginya.
Secara spesifik, tidak ada makanan atau minuman yang bisa membantu membuat Moms terhindar dari Preeklmapsia.
"Mengurangi garam pun nyatanya tidak berpengaruh pada risiko preeklampsia. Pastikan pola hidup sehat dengan mengurangi karbohidrat gula kompleks. Konsumsi vitamin juga penting terutama kalsium, karena kalsium dapat mengurangi risiko preeklampsia," kata dr. Tria.
Oleh karena penyebab pasti Preeklampsia belum diketahui, maka agak sulit untuk melakukan pencegahan primer.
Namun ketika Moms sudah terlanjur didiagnosa Preeklampsia, ada cara yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi.
Yakni dengan melakukan deteksi dini, menjalankan pola hidup sehat, dan mengonsumsi obat-obatan yang diresepkan dokter untuk mengurangi risiko komplikasi.
"Pengobatan herbal seperti minum jus labu siam atau bawang putih boleh-boleh saja dilakukan sebagai ikhtiar, tapi pengobatan medis yang disarankan dokter pun sebaiknya jangan dilupakan" pungkas dr. Tria.
Baca Juga: Faktor-faktor Risiko Preeklampsia pada Ibu Hamil yang Perlu Diketahui, Baru Pertama Kali Hamil
Penulis | : | Nita Febriani |
Editor | : | Nita Febriani |
KOMENTAR