Tabloid-Nakita.com - Beberapa hari lalu, kebakaran terjadi di salah satu ruangan di Rumah Sakit Angkatan Laut (AL) Mintohardjo, Jakarta Pusat, Senin (14/3/2016) pukul 13.00 WIB. Akibatnya, empat orang meninggal dunia.
Kepala Dinas Penerangan TNI AL Laksamana Pertama Zainudin mengungkapkan, kebakaran di Rumah Sakit Angkatan Laut Mintohardjo berawal dari percikan api di salah satu alat di rumah sakit.
Zainudin melanjutkan, percikan api berawal dari alat bernama chamber. Chamber merupakan alat untuk pengobatan hiperbarik oksigen. Salah satu fungsinya adalah mendukung kebugaran.
Baca : Dokter dan Dua Besan Tewas Mengenaskan, Terapi Hiperbarik Berujung Petaka
Apa itu terapi oksigen hiperbarik?
Terapi oksigen hiperbarik adalah salah satu cara pengobatan dengan menghirup oksigen murni dalam ruang udara bertekanan tinggi lebih dari 1 Atmosfer Absolut.
Terapi ini umumnya ditujukan untuk penyakit penyelaman dan terapi tambahan pada berbagai penyakit klinis, seperti infeksi serius, adanya gelembung udara dalam pembuluh darah, luka akibat diabetes yang sulit sembuh, hingga cedera radiasi.
Dalam ruang terapi oksigen hiperbarik, tekanan udara meningkat hingga tiga kali lebih tinggi dari tekanan udara normal. Dengan kondisi tersebut, paru-paru dapat mengumpulkan lebih banyak oksigen murni yang dihirup, ketimbang jika menghirupnya dalam tekanan udara normal.
Aliran darah akan membawa oksigen ke seluruh tubuh. Inilah yang kemudian akan melawan bakteri dan merangsang pelepasan zat yang disebut sel induk, yang selanjutnya akan merangsang penyembuhan.
Mengapa terapi oksigen hiperbarik diperlukan?
Jaringan tubuh membutuhkan pasokan oksigen yang cukup untuk dapat berfungsi dengan baik. Ketika jaringan terluka, maka akan membutuhkan lebih banyak oksigen untuk bertahan hidup.
Dengan adanya peningkatan oksigen dalam darah akan mengembalikan tingkat normal gas dalam darah dan fungsi jaringan untuk mempercepat penyembuhan dan melawan infeksi.
Ada beberapa kondisi medis yang bisa diobati dengan terapi oksigen hiperbarik. Dokter mungkin akan menyarankan terapi ini, jika Mama atau Papa memiliki salah satu dari kondisi berikut:
- Anemia berat
- Abses otak
- Gelembung udara dalam pembuluh darah
- Luka bakar
- Keracunan karbonmonoksida
- Mengobati cidera
- Kehilangan pendengaran tiba-tiba
- Infeksi kulit dan tulang yang disebabkan jaringan mati
- Luka karena diabetes
- Cedera radiasi
- Kelihatan penglihatan tanpa rasa sakit
Selain itu, terapi oksigen hiperbarik juga efektif mengobati penyakit berikut:
- Autisme dan anak-anak berkebutuhan khusus. Ini karena terapi ini dapat eningkatkan aliran darah ke otak Memperbaiki kondisi otak yang rendah akan oksigen (hipoksia)
- Cerebral Palsy
- Alzheimer
- Arthritis
- Asma
- Bell’s palsy
- Cedera otak
- Kanker
- Sakit kepala berat
- Depresi
- Migrain
- Stroke
- Cedera olahraga, dan sebagainya.
Risiko terapi oksigen hiperbarik
Terapi oksigen hiperbarik umumnya merupakan prosedur yang aman dilakukan. Komplikasi jarang terjadi saat terapi ini. Meski begitu, terapi ini tetap memiliki beberapa risiko:
- Rabun jauh sementara yang disebabkan oleh adanya perubahan lensa mata.
- Cedera telinga bagian tengaj, termasuk risiko gendang telinga pecah, karena meningkatnya tekanan udara.
- Kolaps paru yang disebabkan oleh perubahan tekanan udara.
- Kejang, akibat terlalu banyak oksigen dalam sistem saraf pusat.
- Dalam kondisi tertentu, dapat terjadi kebakaran, terkait dengan ruangan yang dipenuhi oksigen.
Oksigen murni dapat menyebabkan kebakaran jika ada percikan atau api yang membakar sumber bahan bakar. Karena itu, berbagai benda seperti korek api atau perangkat bertenaga baterai harus dihindari di ruang terapi oksigen hiperbarik.
Selain itu, untuk membatasi sumber bahan bakar, penting juga untuk menghindari semua produk perawatan kulit yang berbasis minyak dan berpotensi bahaya kebakaran.
Terpenting, minta anggota tim perawatan kesehatan untuk memberikan petunjuk khusus sebelum sesi terapi oksigen hiperbarik dimulai.
Ipoel
Sumber: Kompas Health
Social Bella 2024, Dorong Inovasi dan Transformasi Strategis Industri Kecantikan Indonesia
KOMENTAR