Nakita.id - Menikah artinya kita sudah cukup dewasa untuk membentuk keluarga baru dan mengurus rumah tangga sendiri.
Namun tak jarang dalam perjalanannya orangtua masih terus ikut memberi dukungan, termasuk dukungan finansial.
Ada yang menganggap hal ini sebagai beban namun tak sedikit pula yang merasa ini adalah anugerah dan rezeki dalam membangun keluarga baru.
Lantas bagaimana kita harus menyikapinya?
Pada dasarnya tak masalah, kok jika orangtua masih bersedia memberikan 'subsidi' untuk anak dan menantunya.
Apalagi biasanya di awal kehidupan berumah tangga, ada banyak tantangan keuangan yang tak mudah untuk dilalui.
Yang penting, pasangan setuju dan orang tua pun tak lantas mengintervensi kehidupan perkawinan anaknya.
Subsidi harus dibedakan dengan hadiah. Subsidi adalah pemberian rutin, sedangkan hadiah hanya diberikan sesekali.
Mobil atau rumah yang diberikan sekali setelah menikah, bisa digolongkan sebagai hadiah. Istilahnya, modal dari orang tua atau mertua untuk berumah tangga.
Setelah menikah pun, sebenarnya boleh-boleh saja subsidi dari orang tua salah satu pihak tetap diterima.
Tentu dengan syarat, kondisinya benar-benar mendesak. Misal, untuk kebutuhan primer. Di luar itu, seperti subsidi untuk kegiatan bersenang-senang, rasanya tak perlu karena jadinya terlalu berlebihan.
Sebenarnya, wajar saja bila kemudian orang tua/mertua ingin tahu, apakah bantuannya dimanfaatkan seperti yang diharapkan.
Namun tak berarti semua hal boleh dicampurinya. Pemanfaatan subsidi hanya boleh diintervensi sebatas saran. Setiap pasangan hendaknya punya independensi untuk mengelolanya.
Antara suami dan istri pun harus ada kesepakatan dulu, apakah subsidi, dalam bentuk apa pun, semisal uang atau kiriman makanan secara rutin, akan mereka terima atau tidak. Setelah itu, apa pun konsekuensi dari keputusan yang diambil bersama, harus diterima.
Yang penting diingat, kendati subsidi jalan terus, sebagai keluarga yang "merdeka dan berdaulat", harusnya suami-istri bisa menolak saran mertua/orang tua yang dirasa tidak pas.
Tentu saja penolakannya secara halus agar tak menimbulkan salah paham. Kalau sarannya memang bagus, tak ada salahnya diterapkan.
Masalahnya, yang sering terjadi, karena merasa sudah dibantu, semua yang disarankan mertua/orang tua seakan wajib untuk dilaksanakan.
Pada kondisi seperti inilah suami-istri bisa tertekan dan merasa terus diintervensi.
Kalaupun keberatan dengan subsidi yang diberikan, suami-istri harus kompak menyampaikannya dengan cara enak.
Misal, "Bukannya tidak mau, Ma. Siapa, sih, yang enggak senang masih dipikirin orang tua? Tapi kami juga ingin belajar mandiri. Kami hanya takut jadi kurang termotivasi kalau terus-menerus dibantu. Nanti kalau sampai ada apa-apa, toh, balik-baliknya, ya, ke Papa dan Mama juga."
Jika tak bisa ditolak sama sekali, usulkan baik-baik, bagaimana kalau pemberian hanya diberikan bila ada momen khusus semisal hari raya, ulang tahun, dan sebagainya.
Yang sulit ditolak adalah pemberian yang dilakukan secara ikhlas sebagai tanda sayang tanpa menuntut apa pun.
Baca Juga: Gejala Ruam Popok yang Perlu Diwaspadai oleh Orangtua
Tentu saja setiap penolakan bisa menyinggung perasaan mereka, lalu subsidi dihentikan.
Oleh karena itu, pasangan sudah harus siap mempertahankan apa yang mereka yakini benar dan konsekuen terhadap pilihannya. Termasuk risiko penghentian subsidi dari orang tua/mertua.
Subsidi yang diberikan terus-menerus akan berdampak buruk. Pasangan yang selalu mendapatkan semua hal dengan mudah, jadi tak termotivasi untuk meningkatkan diri.
Sudah menjadi sifat dasar manusia untuk mengulang hal-hal yang menyenangkan hatinya dan menghentikan semua yang tak menyenangkan.
Sebab, sesuatu yang menyenangkan tadi bisa didapatnya dengan mudah. Alhasil, dorongan untuk mengusahakannya sendiri jadi tak ada.
Jika berlarut-larut, efek dari dampak ini pun nantinya akan sampai ke anak. Orang tua akan kehilangan wibawa di mata anaknya, karena kebutuhan keluarga masih dibantu kakek-neneknya.
Bisa-bisa anak lebih menghormati kakek-nenek dibanding orang tuanya. Di sisi lain, anak tak termotivasi untuk mandiri karena semangat itu tak bisa diberikan orang tuanya.
Baca Juga: 3 Kunci untuk Mengetahui Potensi Anak yang Wajib Dipahami Para Orangtua
Rekap Perjalanan Bisnis 2024 TikTok, Tokopedia dan ShopTokopedia: Sukses Ciptakan Peluang dan Dorong Pertumbuhan Ekonomi Digital
Source | : | Tabloid Nakita |
Penulis | : | Nita Febriani |
Editor | : | Nita Febriani |
KOMENTAR