Perlu diketahui, pada 2002, ICJ memutuskan bahwa Sipadan dan Ligitan adalah milik Malaysia dan bukan milik Indonesia.
Pada 2008, ICJ memutuskan bahwa Pedra Branca adalah milik Singapura. Sedangkan, kedaulatan atas Middle Rocks (Batuan Tengah) di dekatnya diberikan kepada Malaysia.
Pernyataan Mahathir, apa yang dikenal sebagai Tanah Melayu dulu sangat luas dan membentang dari Tanah Genting Kra di Thailand Selatan sampai ke Kepri dan Singapura.
Namun, saat ini, wilayah Tanah Melayu hanya terbatas di Semenanjung Malaya. "Saya bertanya-tanya apakah Semenanjung Malaya akan menjadi milik orang lain di masa depan," tuturnya.
Dilansir dari Kompas (21/6/2022), Gubernur Kepri Ansar Ahmad, meminta Mahathir untuk kembali mempelajari konsep kedaulatan negara.
"Jujur saya kecewa dengan statement yang dikeluarkan Pak Mahathir, seharusnya sekelas Pak Mahathir mengerti kedaulatan sebuah negara," ujarnya.
"Kepri adalah bagian Indonesia, pulau terdepan di Indonesia.
Provinsi ke-32 di Indonesia, dan Malaysia adalah Malaysia," tegasnya.
Sementara itu, dikutip dari Kompas (22/6/2022), Kementerian Luar Negeri (Kemlu) melalui juru bicara Teuku Faizasyah mengatakan, pernyataan Mahathir Mohamad tidak memiliki dasar hukum dan alasan yang jelas.
"Wilayah NKRI ditentukan berdasarkan prinsip dan ketentuan hukum internasional yang berlaku. Indonesia tidak melihat dasar hukum dan alasan pernyataan Tun Mahathir," ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (22/6/2022).
Teuku mengatakan, saat situasi dunia menghadapi banyak tantangan, tak seharusnya politisi senior menyampaikan pernyataan tak berdasar dan dapat menggerus persahabatan.
Baca Juga: Penyelesaian Sengketa Batas Wilayah Blok Ambalat Materi PKN Kelas 11 SMA Kurikulum Merdeka
Melebarkan Sayap Hingga Mancanegara, Natasha Rizky Gelar Exhibition Perdana di Jepang
Penulis | : | Hanifa Qurrota A'yun |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR