Istilah lain dari sinamot adala tuhir ni boru.
Sinamot berasal dari kebudayaan suku Batak pada masa lampau.
Ketika itu, perempuan suku Batak mayoritas bekerja sebagai petani.
Sehingga saat mereka menikah, perempuan akan pergi mengikuti suaminya.
Dengan begitu, pekerjaan di ladang akan semakin berat bagi keluarga si perempuan.
Hal inilah yang melatarbelakangi pihak laki-laki wajib memberikan pengganti berupa tenaga kerja, biasanya berbentuk binatang ternak seperti kerbau.
Namun, seiring berjalannya waktu, sinamot bisa dalam bentuk benda lain, seperti rumah, tanah, sawah, ataupun emas.
Belakangan, sinamot bisa juga diberikan dalam bentuk uang tunai.
Menurut Dosen Program Studi Antropologi Sosial FISIP USU Fikarwin, sinamot bisa dimaknai sebagai "kompensasi" dari suami kepada keluarga sang isteri yang telah merawat, mendidik, dan membesarkannya.
"Maknanya kalau dalam perspektif struktural-fungsionalisme ialah sebagai 'imbalan buat penyeimbang' ketika si perempuan 'diambil' dari klen/marganya dan dibawa 'masuk' ke dalam klen suami oleh suaminya (virilokal) melalui perkawinan," terangnya.
Adapun besaran sinamot tidak tentu.
Fikarwin mengatakan, nominal sinamot sangat relatif, sesuai dengan negosiasi yang terjadi antara keluarga kedua belah pihak.
"Perundingan biasanya dilakukan oleh raja parhata dari kedua belah pihak," kata dia.
Besaran sinamot itu bisa ditentukan oleh beberapa faktor.
"Dewasa ini faktor-faktor seperti pendidikan dan pekerjaan si calon isteri atau suami ikut menentukan," tutur Fikarwin.
Di samping itu, Fikarwin mengatakan bahwa sinamot juga mengandung harga diri atau gengsi seseorang.
Sehingga menurutnya, besaran sinamot agak sulit untuk diukur.
"Namun, pengalaman empirik di daerah-daerah tertentu besaran sinamot bisa di atas Rp 50 juta," imbuh Fikarwin.
Nominal itu bisa lebih besar apabila calon pengantin perempuan merupakan lulusan sarjana, PNS, atau sejenisnya.
Baca Juga: Jessica Mila Beberkan Persiapan Acara Pernikahan dengan Yakup Hasibuan, Benar Menikah Tahun Ini?
Penulis | : | Aullia Rachma Puteri |
Editor | : | Kirana Riyantika |
KOMENTAR