Nakita.id – Salah satu tantangan besar dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) adalah menurunkan angka stunting pada balita.
Stunting, yang merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak, memiliki dampak jangka panjang yang serius terhadap kesehatan dan perkembangan anak.
Untuk mencapai tujuan SDGs yang berfokus pada kesehatan, pendidikan, dan penanggulangan kemiskinan, penurunan angka stunting harus menjadi prioritas utama.
Menurut buku Roadmap Sustainable Development Goals dari Bappenas, yang menempatkan Tujuan Menghapus Kelaparan, sebanyak 30,8% balita di Indonesia mengalami stunting pada tahun 2018.
Dengan persentase tersebut, Badan Kesehatan Dunia/WHO pun menempatkan Indonesia sebagai negara dengan prevalensi stunting yang tinggi.
Bahkan, prevalensi balita stunting di Indonesia merupakan salah satu yang tertinggi dibandingkan negara-negara di Asia Tenggara.
Apabila tidak ada intevensi apapun, angka prevalensi itu hanya akan menurun menjadi 22,4% pada tahun 2030. Sedangkan, bila ada campur tangan skenario intervensi, pada tahun 2030, angka prevalensi stunting bisa menurun signifikan hingga di angka 10%.
Salah satu faktor yang dapat menyebabkan stunting adalah kurangnya nutrisi pada masa 1.000 hari pertama kehidupan anak. Pada 1.000 hari pertama kehidupan anak, pemberian ASI eksklusif merupakan hal yang sangat penting dilakukan.
Pasalnya, ASI mengandung semua nutrisi penting yang dibutuhkan oleh bayi untuk tumbuh dan berkembang dengan baik.
ASI mengandung protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, dan zat antibodi yang melindungi bayi dari infeksi.
Nutrisi dalam ASI juga disesuaikan secara alami dengan kebutuhan pertumbuhan bayi, sehingga memberikan nutrisi yang optimal untuk mencegah stunting.
Serunya Van Houten Baking Competition 2024, dari Online Challenge Jadi Final Offline
Penulis | : | Ratnaningtyas Winahyu |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR