Nakita.id - Beberapa waktu lalu, Indonesia sempat digemparkan dengan kasus anak remaja yang melakukan kekerasan.
Kekerasan yang dilakukan oleh anak remaja ini pun berdampak pada korban yang harus dirawat secara intensif di rumah sakit.
Selain kasus ini, tentu saja masih banyak kasus kekerasan lainnya yang dilakukan oleh anak.
Keberadaan kekerasan yang dilakukan oleh anak menjadi isu yang sangat serius dan membutuhkan perhatian mendalam dari semua pihak terkait.
Mungkin Moms berpikir bahwa salah satu penyebab anak bisa melakukan kekerasan adalah penerapan pola asuh yang salah.
Lantas, benarkah demikian? Simak penjelasan berikut menurut psikolog klinis anak dan remaja ini.
Menurut Jane Cindy Linardi, M.Psi, Psi, CGA, pola asuh justru menjadi salah satu penyebab utama anak melakukan kekerasan.
"Pola asuhnya biasanya yang otoriter. Orangtua tipenya yang satu arah saja. Jadi, kaya kasih aturan pokoknya," jelas Jane saat dihubungi Nakita, Senin (8/5/2023).
"Dari orangtua enggak mau mendengarkan anak, orangtua selalu benar. Terus kemudian, kalau anaknya salah dihukum," lanjutnya menjelaskan.
Hukumannya sendiri bisa dalam bentuk fisik maupun verbal, ungkap Jane.
Untuk hukuman fisik biasanya dipukul, dicubit, dan lain sebagainya.
Baca Juga: Anak Melakukan Kekerasan, Ini Penyebab, Risiko, dan Dampak yang Patut Diwaspadai
Sementara itu, untuk hukuman verbal biasanya orangtua akan mulai menjelek-jelekkan anak, memberi label negatif ke anak, dan sebagainya.
Jane menyampaikan, pola asuh terbaik yang bisa dilakukan adalah pola asuh dimana orangtua tidak melakukan kekerasan verbal maupun fisik.
"Kalau anaknya salah, diberitahu baik-baik, dikasih konsekuensi logis. Bukan diberikan hukuman fisik maupun hukuman verbal yang menggunakan kata-kata kasar," kata psikolog klinis anak dan remaja di Rumah Sakit Pondok Indah - Bintaro Jaya.
Selain itu, Jane juga menyampaikan untuk mengajarkan anak regulasi emosi, karena ini hal yang penting.
"Jadi kalau dia marah, perasaan marahnya ini harus di-accept, diterima. Terus, orangtuanya memvalidasi perasaan marahnya si anak.
Orangtuanya kasih empati, menunjukkan bahwa orangtua paham kemarahan yang dialami oleh anak," jelas Jane.
"Terus, orangtua bantu anak untuk menenangkan diri setelah anak tenang. Baru, lakukanlah diskusi problem solving.
Atau, diskusi terkait kalau anak menghadapi situasi yang sama di kemudian hari, kira-kira apa yang bisa dilakukan," lanjut Jane menjelaskan.
Selain dari memperbaiki pola asuhnya, Jane juga menyarankan beberapa hal untuk mencegah sang anak melakukan kekerasan kedepannya.
"Misalkan, pola asuhnya sudah oke nih, orangtuanya tidak menggunakan kekerasan dalam mengasuh anak, maka pastikan juga lingkungan anak itu positif," ujar Jane.
"Artinya, orangtua juga harus tahu anaknya ini berteman dengan siapa," lanjutnya menegaskan.
Jane menyarankan para orangtua untuk mengadakan play date, kegiatan bermain bersama dengan teman-teman sang anak.
"Jadi, ketika nanti selama play date, kita sebagai orangtua bisa observasi juga. 'Oh, ternyata teman anak saya seperti ini, seperti itu'," terang Jane.
Oleh karena itu, setelah menerapkan pola asuh yang baik pada anak sejak dini, sebisa mungkin Moms lihat lingkungan sekitar anak.
"Sebisa mungkin, masukkan anak di lingkungan yang positif dan tidak melakukan kekerasan dalam berinteraksi," pesan Jane.
"Kemudian, tontonan juga tentunya kita harus pantau apa yang ditonton anak," tutupnya.
Dengan melakukan beberapa cara di atas, Si Kecil pun terhindar dari kesempatan melakukan kekerasan sejak dini.
Baik itu kekerasan fisik maupun kekerasan verbal.
Maka dari itu, sebagai orangtua, pastikan Si Kecil bisa bertumbuh dan berkembang secara optimal ya.
Mulailah dari menerapkan pola asuh yang tepat dan hidup di lingkungan yang positif.
Semoga artikel di atas bermanfaat ya, Moms.
Rekap Perjalanan Bisnis 2024 TikTok, Tokopedia dan ShopTokopedia: Sukses Ciptakan Peluang dan Dorong Pertumbuhan Ekonomi Digital
Penulis | : | Shannon Leonette |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR