Nakita.id - Menurut Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) terbaru, angka stunting Indonesia 21 persen.
Padahal pada tahun 2023 ini, pemerintah menargetkan angka stunting turun jadi 17 persen.
Tentu saja target tersebut dibarengi dengan adanya berbagai upaya pencegahan yang sudah dilakukan pemerintah.
Namun tak bisa dipungkiri, ada Moms yang kurang teredukasi bahkan kurang mendapat asupan gizi sejak remaja sehingga berisiko anak lahir stunting.
Jika anak terlanjur lahir stunting dan sudah terdeteksi stunting, apa yang harus dilakukan?
Mengutip dari Kompas, jika si Kecil terdeteksi stunting, Moms tak perlu berkecil hati.
Semakin cepat mendeteksi kondisi stunting, maka peluang terapi tumbuh kembang yang dilakukan tentu lebih besar.
Dokter Spesialis Gizi Klinik RSIA Bina Medika Bintaro, dr Amalia Primahastuti SpGK menyarankan orangtua untuk segera membawa anak terlanjur stunting ke rumah sakit guna mendapatkan terapi.
"Pada stunting fase awal, terapi dapat dilakukan. Karena cukup terbukti, ada anak-anak (stunting) yang menjalankan terapi, (mereka) mampu memiliki tinggi normalnya," ungkap dr Amalia mengutip dari Kompas.
Secara umum, terapi pada anak-anak stunting adalah pemberian makanan bergizi seimbang dengan kalori yang adekuat dan diberikan suplementasi gizi mikro.
Pemerintah Indonesia pun sudah menjalankan berbagai program untuk meningkatkan asupan makan melalui Program Makanan Tambahan (PMT) dan suplementasi seperti kapsul vitamin A, taburi (multivitamin dan zinc (zat besi).
Baca Juga: Jika Tak Dicegah, Stunting dapat Berdampak Jangka Panjang pada Perkembangan Penting Ini
Lalu, apakah stunting bisa diobati?
Menurut Ketua Satgas Stunting Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Prof. Dr. dr. Damayanti, R. Sjarif, Sp.A(K), kondisi tersebut dapat diperbaiki selama anak belum menginjak usia 2 tahun.
Meskipun begitu, Damayanti juga menambahkan bahwa usaha tersebut tidak dapat terbilang sederhana ataupun dapat membawa kesembuhan sepenuhnya.
Berikut penanganan yang bisa dilakukan ketika anak terdeteksi stunting:
1. Konsultasi ke dokter anak untuk melihat adanya penyakit dasar (misalnya infeksi kronis) dan untuk mendeteksi adanya gangguan perkembangan
2. Ibu mengikuti sesi konseling menyusui jika anak usia di bawah dua tahun (0-2 tahun), dan kelas ibu balita atau eduksi tentang Pemberianan Makanan Pendamping ASI (MPASI) jika anak usia 6-23 bulan.
3. Orang tua menghubungi Tenaga Petugas Gizi (TPG) di puskesmas, untuk mendapatkan bantuan MPASI tambahan untuk anak usia 6-23 bulan atau Makanan Tambahan (PMT Balita) untuk anak usia 2-5 tahun.
Tentunya dengan status kurang gizi (Berada di bawah Garis Merah-BGM pada grafik KMS), atau mendapatkan tambahan mikronutrien (taburia) jika status kurang gizi ringan/sedang (berada pada pita kuning pada grafik KMS).
4. Jika balita dengan status gizi buruk maka disarankan untuk dirawat di RS atau Puskesmas Rawat Inap untuk mendapatkan terapi gizi.
5. Jika balita ada gangguan perkembangan maka dilakukan stimulasi tumbuh kembang atas nasihat dokter spesialis tumbuh kembang anak.
6. Orang tua fasilitasi anak untuk aktivitas fisik yang merangsang pertumbuhan, seperti berenang jika anak sudah cukup besar (2-5 tahun) dan bermain jika masih usia dini (0-2 tahun).
Baca Juga: Tanpa Disadari, Paparan Rokok Jadi Pemicu Utama Terjadinya Stunting
Penulis | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR