Sehingga, Early menyarankan perusahaan-perusahaan untuk menyediakan waktu istirahat bagi ibu pekerja menyusui agar tujuan tersebut tercapai.
Faktor penyebab berikutnya adalah, adanya pojok laktasi ternyata dianggap membuang biaya perusahaan itu sendiri.
"Padahal, menyediakan pojok laktasi bukan dianggap sebagai mengeluarkan biaya. Melainkan, sebagai investasi yang bisa menjaga produktivitas dan motivasi bagi ibu pekerja," kata Early dengan tegas.
"Karena, salah satu komponen produktivitas itu harus ada motivasi ya. Nah, motivasi ini kan berhubungan dengan bagaimana si ibu pekerja ini bisa melakukan tugasnya secara optimal meski sedang menyusui bayinya," katanya menerangkan.
Maka dari itu, Early menegaskan kepada banyak perusahaan di Indonesia untuk tidak melihat kebijakan memiliki pojok laktasi sebagai stereotip negatif, melainkan sebagai bentuk dukungan dari perusahaan tersebut.
Tujuannya, agar ibu pekerja tersebut tetap bisa produktif meski memiliki tanggung jawab untuk menyusui anaknya.
Faktor berikutnya menurut Early adalah tidak mudahnya bagi setiap perusahaan untuk memenuhi hak ibu pekerja yang menyusui.
Khususnya, bagi perusahaan skala kecil dan menengah di Indonesia.
"Sangat wajar apabila perusahaan-perusaahan yang mikro atau yang menengah, karena mereka sedang mengatur cashflow perusahaan agar tetap stabil, tetapi di satu sisi memang harus menerapkan kebijakan (ibu menyusui) tersebut," katanya menjelaskan.
Sehingga, kebijakan inilah yang menjadi pertimbangan berat pada kedua jenis perusahaan tersebut.
Oleh karena itu, Early mendorong banyak perusahaan di suatu gedung atau kawasan untuk sama-sama membuat ruang khusus yang bisa digunakan untuk mendukung kesejahteraan keluarga masing-masing pekerjanya.
Lewat Ajang Bergengsi Pucuk Cool Jam 2024, Teh Pucuk Harum Antar Anak Indonesia 'Bawa Mimpi Sampai ke Pucuk'
Penulis | : | Shannon Leonette |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR