Dalam berbagai catatan sejarah di Jawa, tokoh-tokoh Wali Songo diasumsikan sebagai tokoh waliyullah sekaligus sebagai waliyul amri.
Yaitu orang-orang yang dekat dengan Allah Swt., terpelihara dari kemaksiatan (waliyullah) dan juga orang-orang yang memegang kekuasaan atas hukum kaum muslimin, pemimpin, yang berwenang memutuskan dan menentukan perkara di masyarakat, baik dalam hal keduniawian maupun dalam hal keagamaan (waliyul amri).
Adapun gelar Sunan berasal dari kata suhun-kasuhun-sinuhun, yang dalam bahasa Jawa Kuno berarti menghormati, menjunjung tinggi, lazimnya digunakan untuk menyebut guru suci (mursyid thariqah). Sebutan sunan juga bermakna ‘Paduka Yang Mulia’ yang merupakam sapaan hormat kepada raja atau tuan puteri.
Sebutan Sunan ini pun masih digunakan oleh Rajaraja Mataram Islam termasuk Kerajaan Surakarta saat ini. Begitulah, hampir sebagian besar tokoh Wali Songo ini merupakan penguasa dari wilayah tertentu untuk urusan duniawi, sekaligus merupakan seorang guru suci.
Adapun berkaitan dengan kedudukan dan perannya sebagai waliyullah dan waliyul amri, pada akhirnya tokoh-tokoh Wali Songo cenderung dikultusindividukan oleh masyarakat.
Hingga sampai setelah wafatnya pun, makam para Wali Songo masih dijadikan pusat ziarah oleh masyarakat. Bahkan bagi sebagian masyarakat, makam Wali Songo lebih dikesankan sebagai tempat untuk mencari berkah dan keselamatan spiritual yang bersifat mistis.
Wali Songo menjadi tokoh yang sangat penting di kalangan masyarakat muslim Jawa. Hal ini karena ajaran yang mereka bawa merupakan ajaran yang unik, sosoknya yang menjadi teladan dan ramah kepada siapa pun, sehingga mereka mempermudah menyebarkan ajaran Islam di wilayah Nusantara.
Adapun wilayah penyebaran Islam yang dilakukan oleh Wali Songo meliputi wilayah Jawa Barat hingga ke Jawa Timur yaitu: Cirebon, Demak, Kudus, Muria, Surabaya, Tuban, Gresik, Lamongan.
Proses Islamisasi Jawa pun berjalan damai, jarang terjadi penolakan, meskipun kadang-kadang terjadi pertentangan kecil yang tidak bisa dikatakan sebagai penolakan atau pemaksaan.
Masyarakat di Jawa memeluk Islam, melakukan hijrah dengan suka rela, karena Wali Songo menerapkan dakwah dengan kelembutan dan kedamaian sehingga mudah diterima dengan sangat baik.
Metode yang dipergunakan untuk penyebaran agama Islam di Jawa, dilakukan oleh para wali dengan memanfaatkan budaya lokal yang berkembang saat itu. Seperti halnya wayang, tembang-tembang atau syair Jawa, gamelan atau alat musik Jawa serta upacara-upacara adat yang dipadukan dengan unsurunsur ajaran Islam.
Baca Juga: Paling Lengkap! Kunci Jawaban PAI Kelas X Pilihan Ganda Halaman 258-261 Kurikulum Merdeka
Serunya Van Houten Baking Competition 2024, dari Online Challenge Jadi Final Offline
Penulis | : | Aullia Rachma Puteri |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR