Nakita.id – Fenomena gagal tumbuh atau stunting masih menghantui masa tumbuh kembang anak-anak di Indonesia.
Pada 2022, misalnya, survei Status Gizi Indonesia 2023 yang dirilis Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menemukan bahwa satu dari empat anak di Indonesia mengalami stunting akibat gizi buruk.
Bila dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, Indonesia juga menjadi negara dengan tingkat stunting kedua setelah Timor Leste.
Hingga 2022, persentase stunting juga masih berada di angka 21 persen, melebihi batas maksimal yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yakni sebesar 20 persen.
Bagi Moms yang belum tahu, stunting adalah adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis atau infeksi yang dialami secara berulang.
Gejala stunting umumnya ditandai dengan berat atau tinggi badan anak yang berada di bawah standar usianya. Stunting umumnya baru dapat terlihat pada usia 6 bulan hingga 3 tahun.
Baca Juga: Telur untuk Mencegah Stunting, Bisa Bantu Naikkan Berat Badan Anak hingga Penuhi Kebutuhan Gizi
Meski lebih banyak disebabkan oleh gizi buruk seperti kurang asupan nutrisi dan makanan bergizi, risiko stunting juga bisa terjadi ketika daya tahan tubuh anak tidak sebaik anak-anak seusianya, sehingga anak mudah sakit.
Ketika sakit, tubuh anak akan berfokus pada pemulihan, bukan pertumbuhan.
Untuk mencegah risiko stunting, laman Kemenkes mengajak para Moms untuk mempersiapkan nutrisi sebelum hamil, selama hamil, serta setelah melahirkan dengan memberikan air susu ibu (ASI) dan makanan pendamping ASI (MPASI) hingga anak berusia dua tahun.
Masih dikutip dari Kemenkes, protein whey dan kolostrum yang terkandung pada ASI diketahui mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh anak yang masih rentan.
Baca Juga: Pengaruh Stunting pada Sikap Anak, Ini Dampak Jangka Panjang
Penulis | : | ADV PI |
Editor | : | Sheila Respati |
KOMENTAR