"Kita bisa melihat juga kadang-kadang, bahwa yang terjadi itu sebenarnya ibunya memang tidak memiliki pola makan yang sehat.
Jadi, ibunya juga tidak memahami (secara baik)," ungkap Dr. Ade yang menjabat sebagai Ketua Program Studi Psikologi juga Dekan Fakultas Seni dan Ilmu Pengetahuan di Sampoerna University.
Bahkan, Dr. Ade mengaitkan erat kasus kekurangan gizi ini dengan stunting.
Sehingga, lanjutnya, harus diperhatikan betul bahwa sasaran penanganan stunting tidak bisa dilihat dari anaknya.
"Kita juga harus lihat ibunya.
Apakah ibunya paham tentang apa yang disebut pola makan yang sehat. Pola makanan bergizi, lengkap, dan sempurna," tuturnya.
Hal terutama yang seharusnya dilakukan adalah sang ibu perlu mendapat edukasi juga pemberdayaan.
"Ibunya juga harus mendapatkan pemberdayaan, supaya bisa menularkan pemikiran tentang gizi yang baik dan sehat," sebut Dr. Ade.
"Kemudian, kehidupan yang sehat kepada anak," tambahnya.
Dirinya juga mengaku bahwa kebanyakan perempuan umumnya suka mengalami perubahan suasana hati yang tidak menentu, atau disebut juga dengan moody.
Baca Juga: Usia Berapa Stunting Terlihat Jelas? Inilah Pentingnya Deteksi Dini dan Pencegahan
Lewat Ajang Bergengsi Pucuk Cool Jam 2024, Teh Pucuk Harum Antar Anak Indonesia 'Bawa Mimpi Sampai ke Pucuk'
Penulis | : | Shannon Leonette |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR