Tabloid-Nakita.com- Sering mengajak anak ke mal dan masuk arena bermain? Hati-hati arena bermain di mal-mal berisiko sebabkan anak tuli. Memang, arena bermain memiliki daya tarik tersendiri bagi anak. Coba saja Mama Papa melintas di sekitar arena bermain itu, si kecil pasti akan merengek minta bermain di situ. Bukan hanya anak-anak, remaja pun gemar menikmati aneka permainan di arena bermain tersebut. Bahkan, orang dewasa juga! Meski bisingnya minta ampun, arena bermain itu tetap tak kehilangan daya tariknya.
Memang, tak semua orang tahan dengan kebisingan itu. Seorang ibu yang ditemui nakita saat menunggui anaknya bermain di arena bermain anak mengakui, jika sudah masuk arena bermain di mal seperti masuk dunia lain. Katanya, kondisi mal sudah penuh suara, tapi setelah memasuki arena bermain anak, suara-suara tersebut hilang digantikan oleh suara mesin games. “Saking bisingnya, sampai bicara pada anak yang posisinya bersebelahan harus teriak-teriak, itu pun terdengarnya masih sayup-sayup,” paparnya saat di temui di mal Pondok Indah, Jakarta Selatan.
Baca juga: Hati-hati Pamer Foto dan Informasi Anak di Facebook. Ini bahayanya.
Pengalaman seperti itu dirasakan juga oleh crew nakita saat anaknya masih berusia 4 tahun. Kala itu anaknya suka sekali bermain trampolin dan mandi bola di arena bermain anak favoritnya di mal Artha Gading, namun dirinya tak tahan berlama-lama di dalam arena bermain. Menurutnya, karena suara yang dihasilkan puluhan mesin games bising sekali, dirinya kerap merasa suntuk dan kepalanya seperti “penuh”.
Jika sudah penat seperti itu, dia mengaku akan langsung meninggalkan arena tersebut. “Kepala rasanya langsung plong saat di luar arena bermain tersebut. Alhasil, dalam waktu satu jam, saya harus bolak-balik keluar masuk arena bermain.”
Sekarang, ibu satu putra dan dua putri ini bersyukur, anaknya sudah tidak addict lagi dengan mandi bola dan trampolin di arena bermain anak yang di mal. Menurutnya, kalau masih addict bisa bahaya. Sebab, bagaimanapun suara bising bisa berdampak tidak baik pada fisik ataupun psikis manusia, apalagi anak.
Baca juga: Hati-hati Jangan Sampai Telinga Bayi Kena ASI saat Disusui. Ini Akibatnya
Apa yang dialami oleh kru nakita dan pengalaman Mama di atas bukan isapan jempol. Sebuah riset kecil-kecilan yang dilakukan tim Kasoem Hearing Aid di beberapa arena bermain mal Jakarta menemukan, banyak arena bermain memiliki tingkat kebisingan di atas ambang batas aman pendengaran manusia, tingkat kebisingannya bahkan bisa mencapai 100 desibel. Padahal, ambang batas aman pendengaran manusia hanya sampai 85 desibel. Dapat dibayangkan, kalau berlama-lama di arena bermain tersebut, indra pendengaran anak bisa terganggu.
Arena bermain yang bising bisa membuat anak tuli.
Baca juga: Hati-hati, ini Risikonya Anak Tidur di Kamar Ber-AC
ANEKA DAMPAK ARENA BERMAIN YANG BISING
Memang benar, suara bising yang terus menerpa telinga di luar ambang batas toleransi akan menimbulkan pengaruh terhadap kohlea (rumah siput di dalam telinga). Juga, bisa menyebabkan kerusakan/kematian sel rambut yang ada di dalam kohlea (pada frekuensi 3.000—6.000 Hz).
Bila kerusakannya berat, maka terjadi kerusakan total pada organ corti (?) dalam kohlea, degenerasi saraf pendengaran, dan jaringan parut pada inti pendengaran batang otak. Malah, bisa menyebabkan perubahan pembuluh darah, perubahan kimiawi, dan perubahan metabolik pada kohlea. Jika sampai itu terjadi, sangat disayangkan,sebab fungsi kohlea dan sel rambut pada kohlea sangatlah penting.
Baca juga: Jangan Bersihkan Telinga Bayi dengan Cotton Bud
Manusia, tak terkecuali anak, bisa mendengar aneka macam jenis dan warna suara karena gelombang suara yang masuk ke dalam telinga, lalu masuk ke gendang telinga, merambat ke tulang-tulang pendengaran, hingga akhirnya diterima kohlea dan menimbulkan pergerakan cairan dalam kohlea yang akan merangsang sel-sel rambut bergerak sesuai frekuensi suara yang diterima. Nah, energi gerak sel-sel rambut ini diubah menjadi energi listrik, disalurkan ke otak untuk diinterpretasi jenis bunyinya. Karena proses inilah, kita bisa mendengar aneka jenis dan warna suara.
Akan tetapi, jika yang diterima adalah suara bising, terlebih yang frekuensinya di atas ambang batas toleransi, suara tersebut langsung menyebabkan kohlea capek dan sel-sel rambut rontok, gundul, sehingga terjadilah tuli permanen alias otak tidak bisa lagi menerima laporan-laporan suara yang masuk. Hal tersebut dinamakan Gangguan Pendengaran Akibat Bising (GPAB) atau Noise Induced Hearing Loss (NIHL). Bila gangguannya fatal, bisa saja mengakibatkan ketulian yang permanen dan tidak dapat diobati. Ini dampak negatif secara langsung.
Baca juga: Kapan Janin Sudah Bisa Mendengar?
Sedangkan dampak negatif yang bisa terjadi pada fisik, walau tidak secara langsung, karena terpapar suara bising di luar batas toleransi, anak bisa mengalami gangguan tidur, gangguan pencernaan, hingga gangguan tekanan darah. Sementara gangguan yang bisa terjadi pada psikis, adalah: terganggunya konsentrasi, fokus perhatian, juga tidak menutup kemungkinan anak menjadi cepat marah, temperamental, sering bengong, dan tidak menyukai kegiatan sosial. Hal ini tentu saja dapat mengganggu perkembangan bahasa dan komunikasi, hingga mengganggu proses belajar anak, baik di rumah maupun sekolah.
MEMBUAT KETAGIHAN
Di luar itu, efek yang lebih luas lagi dari suara bising, seperti di arena bermain anak, bisa membuat anak ketagihan. Pasalnya, ketika ia mendengar suara ramai disertai tawa anak lain, biasanya anak akan senang dan penasaran untuk melihat, bahkan terlibat di dalamnya. Jika ia terbiasa dengan suara bising, bisa berlanjut hingga remaja bahkan dewasa.
Baca juga: Anak Terlambat bisa Bicara akibat Gangguan Pendengaran
Jika anak sudah ketagihan seperti itu, tak menutup kemungkinan dia akan suka berlama-lama dan mencoba aneka permainan yang ada di arena games tersebut. Inilah yang menjadi faktor penghantar anak mengalami aneka efek negatif suara bising dari arena bermain, selain dapat membuat sisi finansial orangtua terkuras.
Sayang, mengenai hal ini belum banyak diketahui oleh masyarakat secara luas, sehingga tak sebanding dengan menjamurnya arena permaian anak dalam ruang yang kebisingannya disinyalir sudah di luar batas toleransi. Nah, masihkah kita akan membiarkan si kecil berlama-lama di arena bermain yang bising ini? (*)
Oleh: Gazali Solahuddin, Heni Wiradimadja, Irfan Hasuki
Narasumber:
Dr. Damayanti Soetjipto Sp.THT-KL
Ka Komnas PGPKT
Narasumber:
Ristriarie Kusumaningrum, MPsi.
Psikolog anak dan remaja di Children Eye Care, JEC @kedoya
KOMENTAR