Kedaulatan atas pulau-pulau tersebut telah diperdebatkan oleh Indonesia dan Malaysia sejak tahun 1969 dan semakin sengit pada tahun 1991 ketika Indonesia menemukan bahwa Malaysia telah membangun beberapa fasilitas wisata di pulau Sipadan.
Indonesia mengklaim telah membuat kesepakatan verbal dengan Malaysia pada tahun 1969 untuk membahas sengekta tentang kedaulatan atas pulau-pulau tersebut.
Namun Malaysia membantah adanya kesepakatan, dan menganggap bahwa pulau-pulau tersebut selalu menjadi bagian dari wilayah negara bagian Sabah.
Pada tanggal 2 November 1998, kedua negara sepakat untuk membawa masalah ini ke Mahkamah Internasional.
Kedua pulau tersebut pada awalnya dianggap oleh Mahkamah internasional sebagai terra nullius (tanah tak bertuan).
Tapi bekas penjajah Malaysia, Inggris Raya, telah lebih banyak melakukan pembangunan di pulau-pulau tersebut, dibandingkan dengan bekas penjajah Indonesia, Belanda.
Pembangunan di Sipadan dan Ligitan ini dilanjutkan oleh Malaysia setelah negara itu merdeka.
Uti possidetis juris adalah suatu negara yang baru dapat mewarisi kekayaan dan wilayah negara penguasa sebelumnya.
Hubungannya dengan sengketa batas wilayah antara Indonesia dan Malaysia yaitu bahwa Indonesia mewarisi wilayah Belanda, sedangkan Malaysia mewarisi wilayah Inggris.
Hal ini lumrah dan menjadi kebiasaan yang diakui secara internasional, dan diterapkan di banyak negara bekas jajahan.
kesepakatan patok batas wilayah Indonesia dan Malaysia merujuk pada perjanjian atau konvensi antara Belanda dan Inggris tahun 1891, 1915, 1928 dan MoU Indonesia dan Belanda tahun 1973.
Penulis | : | Aullia Rachma Puteri |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR