Mmenurutnya, hal ini membuat sulit bagi pihaknya untuk membuat kesimpulan yang pasti mengenai hasil pemeriksaan bubur tersebut.
"Karena jika sampel sudah basi, maka bakteri-bakteri akan berkembang biak, pada saat sampel dikirim ke laboratorium, kondisinya sudah tidak segar, karena sudah berhari-hari," tambahnya.
"Kami agak bingung apakah E. coli tersebut sudah ada sejak awal (saat bubur dibagikan) atau karena sampelnya sudah basi, ini yang membuat kami sulit untuk membuat kesimpulan," lanjutnya.
Suliyanto menambahkan bahwa bakteri E. coli termasuk penyebab gangguan pada saluran pencernaan, yang dapat menyebabkan diare, kram perut, dan muntah.
"Dia menyebabkan diare, kram perut, dan muntah," tambahnya.
Sebelumnya, dilaporkan bahwa sebanyak 42 anak hingga remaja dilarikan ke Puskesmas Pamboang, Majene, pada Senin (6/5) sore.
Mereka diduga mengalami keracunan setelah mengonsumsi bubur yang dibagikan oleh Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (PPKB) Majene, yang diselenggarakan di Kecamatan Pamboang pada Senin (6/5) pagi.
"Data yang ada saat ini mencatat 42 orang," ujar Kepala Puskesmas Pamboang, Taslim Mannan, pada Selasa (7/5).
Sementara itu, Kepala Dinas PPKB Majene, Hasnawati, mengakui bahwa bubur tersebut merupakan bagian dari program pemberian makanan tambahan (PMT) untuk anak balita.
Program PMT sebelumnya telah dilaksanakan di 2 kecamatan lainnya tanpa ada laporan mengenai gejala muntah atau lemas.
"Kami telah melaksanakan program ini sebanyak 2 kali di Kecamatan Banggae dan Banggae Timur tanpa ada masalah, namun saat ini terjadi di Pamboang," ungkap Hasnawati kepada para wartawan pada Senin (6/5). (*)
Baca Juga: Mengalami Keracunan Makanan? Ini Cara Aman Mengatasinya Agar Segera Membaik
Serunya Kegiatan Peluncuran SoKlin Liquid Nature French Lilac di Rumah Atsiri Indonesia
Penulis | : | Aullia Rachma Puteri |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR