Nakita.id – Makanan bayi sangat penting karena berperan vital dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Pada masa awal kehidupan, kebutuhan nutrisi bayi berbeda dari orang dewasa dan membutuhkan perhatian khusus untuk memastikan mereka mendapatkan semua nutrisi yang diperlukan.
Sebagai brand penyedia makanan bayi, Nestlé merupakan salah satu yang terpercaya di kalangan masyarakat, tidak hanya Indonesia, namun juga dunia. Namun, baru-baru ini beredar kabar bahwa adanya gula tambahan dalam produk susu formula dan bubur bayi Nestlé yang dijual di sejumlah negara.
Berdasarkan hasil investigasinya, Public Eye, sebuah lembaga advokasi kebijakan independen berbasis di Switzerland bekerja sama dengan International Baby Food Action Network (IBFAN) meluncurkan laporan investigasi mengenai produk-produk makanan bayi dan anak Nestlé Pada tanggal 17 April 2024 lalu. Laporan tersebut juga sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.
Dalam laporan investigasinya, diketahui bahwa produk-produk asupan bayi dan anak Nestlé yang beredar di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah di kawasan Afrika, Amerika Latin, dan Asia, termasuk Indonesia ternyata mengandung gula tambahan dalam jumlah yang beragam.
Sementara produk-produk Nestlé serupa yang beredar di negara-negara maju seperti di Eropa tidak mengandung gula tambahan. Produk-produk Nestlé yang diinvestigasi adalah bubur bayi Cerelac dan susu pertumbuhan Nido (di Indonesia dipasarkan sebagai Dancow).
“Merek makanan bayi terkemuka Nestlé, yang dipromosikan di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah sebagai merek makanan sehat dan dianggap bisa berperan penting untuk mendukung tumbuh kembang anak, ternyata mengandung gula tambahan dalam jumlah tinggi," demikian Laurent Gaberell dan Patti Rundall bersama Manuel Abebe – April 2024.
Di Swiss, negara tempat kantor pusat Nestlé, produk semacam itu dijual tanpa gula tambahan. Ini adalah temuan utama dari investigasi baru yang dilakukan oleh Public Eye dan International Baby Food Action Network (IBFAN), yang menyoroti Nestlé dan strategi pemasaran yang dilakukan oleh produsen makanan asal Swiss tersebut.
Temuan ini didapat setelah IBFAN mengirim sampel Cerelac dan Nido ke laboratorium di Belgia, Brussels Centre for Food Expertise untuk diuji. Hasil uji laboratorium menemukan Cerelac mengandung 4-5 gram atau setara 1 sendok gula dalam setiap takaran saji. Sementara itu, Nido (atau di Indonesia dijual dengan nama Dancow) tercatat memiliki 5 gram gula tambahan per sajian.
Mengutip dari video Narasi, di Indonesia sendiri, IBFAN menemukan Dancow 1+ Imunutri Madu dan Dancow 1+ Imunutri Vanila punya sekitar 2 gram gula tambahan dalam bentuk madu per 100 gram atau sekitar 0,8 gram per takaran saji. Kondisi ini tentu menimbulkan pertentangan.
Pasalnya, WHO telah melarang adanya penambahan gula atau pemanis lain dalam produk makanan bayi di bawah usia 3 tahun.
Salah satu alasannya untuk mencegah terjadinya obesitas, diabetes, dan penyakit kronis. Apalagi, menurut WHO, negara berpendapatan rendah dan menengah tengah menghadapi beban ganda malnutrisi.
“Temuan ini penting sekali untuk disikapi serius oleh semua pihak khususnya pemerintah untuk mengkaji ulang aturan pemerintah yang ada, mengingat tambahan gula pada produk yang dikonsumsi bayi dan anak ini bisa meningkatkan risiko penyakit pada anak.
“AIMI yang merupakan anggota jejaring IBFAN di Indonesia juga mendapatkan informasi bahwa di beberapa negara seperti Bangladesh dan India, pemerintahnya sudah mulai mengkaji ulang aturan di negara mereka sebagai tindak lanjut atas laporan ini.” ujar Nia Umar selaku Ketua Umum Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) pada media briefing, Rabu (22/5/2024).
“AIMI telah mengirimkan surat kepada Presiden, BPOM, Kemenkes, dan Menko PMK untuk mendorong pengaturan kebijakan terhadap gula tambahan dalam produk makanan bayi dan anak. Hal ini ditujukan untuk melindungi orang tua terhadap promosi yang tidak etis terhadap produk Nestlé yang juga bahkan di-endorse oleh tenaga kesehatan.” papar Nia Umar.
Dr. Hj. Arzeti Bilbina, S.E., M.A.P, Anggota Komisi IX DPR RI pada kesempatan yang sama menyampaikan: “Terbukti bahwa 108 atau 98% produk Nestlé mengandung gula tambahan yang mana hal ini melanggar UU No 8 tahun 1999 perlindungan konsumen; Terkait hal ini, tindakan ini adalah sebuah pelanggaran dan termasuk pelanggaran SNI.”
Arzeti juga menyampaikan bahwa tambahan gula dapat membahayakan karena memberikan ketergantungan terhadap rasa manis bagi anak-anak.
Sementara itu, Dhora Elvira W, Policy and Advocacy Advisor PIC Indonesia mengatakan, Eropa tidak menoleransi adanya pemberian gula tambahan pada produk bayi, sedangkan Indonesia masih memberikan toleransi pemberian gula tambahan pada susu formula untuk bayi dan makanan pendamping ASI.
Padahal, Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Indonesia ada di peringkat ke 5 dunia untuk kasus Diabetes Melitus (DM), dan berdasarkan data RISKESDAS 2023, kasus obesitas naik 10 kali lipat dalam empat dekade di Indonesia.
PIC Indonesia mengharapkan pemerintah melakukan perubahan dan memperketat regulasi yang ada, agar tidak ada celah bagi industri untuk memberikan gula tambahan pada produk bayi dan anak di Indonesia.
Sementara itu, DR. dr. Tan Shot Yen yang merupakan seorang dokter dan ahli gizi kesehatan masyarakat, juga memaparkan bahwa obesitas dapat memicu kanker. Obesitas dapat menjadi pintu utama dalam masuknya penyakit kronis lainnya.
“Biarkan yang manis anak-anak kita, tetapi bukan makanan dan minuman yang dikonsumsinya!” ujar DR. dr. Tan Shot Yen.
Dalam media briefing “Mengapa Gula Tambahan pada Produk Makanan Bayi dan Anak Masih Diizinkan di Indonesia”, DR. dr. Tan Shot Yen juga menjelaskan bahaya lain kelebihan gula pada anak.
Baca Juga: Kesehatan Si Kecil Lebih Penting! Begini Cara Mengatasi Obesitas pada Anak
Kelebihan gula pada anak dapat berisiko menimbulkan sederet dampak buruk seperti:
- Anak ketagihan rasa manis yang berlebih
- Kerapuhan tulang
- Kelebihan gula dalam darah, yang berisiko sebabkan diabetes dan stroke
- Kolesterol jahat meningkat dengan risiko penyakit jantung
- Kemungkinan kanker meningkat
- Menekan daya tahan tubuh dan meningkatkan kasus infeksi akibat bakteri, virus, maupun jamur
- Peningkatan adrenalin, hiperaktivitas, kecemasan, serta kesulitan konsentrasi dan kapasitas belajar
- Memperburuk penglihatan, merusak gigi, dan menghambat penyerapan kalsium serta protein
- Mempermudah timbulnya sakit kepala dan migrain
- Memengaruhi gelombang otak delfa, alfa, dan beta
Baca Juga: Mitos atau Fakta, Terlalu Banyak Gula Menyebabkan Anak Stunting?
- Menyebabkan depresi dan perilaku anti-sosial
- Menyebabkan gangguan hormonal terutama saat akil baliq
- Memperburuk episode epilepsi
- Menyebabkan banyak penyakit di usia dewasa
Lantas, apakah Si Kecil harus berhenti total dalam mengonsumsi gula? Jawabannya, tidak Moms.
Anak tetap boleh mengonsumsi gula, namun tentunya dilakukan dengan cara yang aman. Bagaimana caranya? Berikut ini beberapa tips aman konsumsi gula dari DR. dr. Tan Shot Yen.
1. Konsumsi gula yang berasal dari sumber aslinya, seperti beras, umbi, jagung, sagu, sayuran, dan buah.
2. Usahakan sebisa mungkin anak tidak perlu menambah gula olahan pabrik, seperti gula pasir dan pemanis buatan.
3. Hindari pangan kemasan yang bergula tinggi dan kandungan gula tersembunyi dalam produk kemasan.
4. Memahami label pangan sebelum membelinya.
Dengan segala dampak buruk tersebut, pastikan Moms lebih waspada pada makanan dan minuman yang diberikan untuk Si Kecil, ya! (*)
Baca Juga: Ketahui Sebelum Terlambat, Anak Obesitas Rentan Terhadap Penyakit Berbahaya Ini
Mengatur Jarak Kelahiran dengan Perencanaan yang Tepat, Seperti Apa Jarak Ideal?
Source | : | AIMI |
Penulis | : | Ratnaningtyas Winahyu |
Editor | : | David Togatorop |
KOMENTAR