Nakita.id - Stunting adalah kondisi di mana anak mengalami pertumbuhan tinggi badan yang terhambat dibandingkan dengan anak-anak seusianya.
Kondisi ini disebabkan oleh kekurangan gizi kronis, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak memadai, terutama pada seribu hari pertama kehidupan anak, yaitu dari masa kehamilan hingga usia dua tahun.
Stunting bukan hanya masalah tinggi badan, tetapi juga berkaitan erat dengan perkembangan otak, potensi kognitif, dan kesehatan jangka panjang.
Stunting terjadi akibat kombinasi berbagai faktor, termasuk:
1. Asupan Nutrisi yang Tidak Adekuat: Kurangnya nutrisi penting seperti protein, vitamin, dan mineral selama masa kehamilan dan awal kehidupan anak.
2. Penyakit Infeksi Berulang: Infeksi seperti diare dan infeksi saluran pernapasan yang sering terjadi pada anak dapat mengganggu penyerapan nutrisi dan memperburuk kondisi gizi.
3. Lingkungan yang Tidak Sehat: Sanitasi yang buruk dan akses terbatas ke air bersih meningkatkan risiko infeksi yang mempengaruhi status gizi anak.
4. Keterbatasan Stimulasi Psikososial: Lingkungan yang kurang mendukung perkembangan kognitif anak dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan otak.
Dampak stunting sangat signifikan, mencakup:
- Perkembangan Kognitif: Anak yang mengalami stunting cenderung memiliki IQ yang lebih rendah, kemampuan belajar yang terbatas, dan prestasi akademik yang buruk.
- Kesehatan Jangka Panjang: Stunting berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit kronis seperti diabetes dan hipertensi pada masa dewasa.
Baca Juga: Berantas Stunting di Indonesia, Ini Kolaborasi yang Dilakukan Beberapa Kementerian
- Produktivitas Ekonomi: Anak yang stunting berpotensi memiliki kemampuan kerja yang rendah dan pendapatan yang lebih kecil ketika dewasa.
Stunting tidak hanya mempengaruhi individu yang mengalaminya tetapi juga berdampak pada keturunannya. Beberapa pengaruh signifikan antara lain:
1. Kesehatan Reproduksi: Wanita yang mengalami stunting cenderung memiliki risiko lebih tinggi untuk melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dan pertumbuhan janin terhambat.
2. Perkembangan Anak: Anak-anak dari ibu yang stunting lebih mungkin mengalami kekurangan gizi dan stunting sendiri, menciptakan siklus antar-generasi dari malnutrisi dan pertumbuhan yang terhambat.
3. Kesehatan Keturunan: Stunting dapat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh sehingga keturunan dari ibu yang stunting lebih rentan terhadap infeksi dan penyakit.
4. Kognitif dan Pendidikan: Anak-anak dari ibu yang stunting cenderung memiliki perkembangan kognitif yang lebih rendah, yang berdampak pada prestasi pendidikan dan kesempatan ekonomi di masa depan.
Mengatasi stunting memerlukan pendekatan yang komprehensif dan multidimensional, termasuk:
- Peningkatan Gizi: Memastikan asupan gizi yang adekuat selama masa kehamilan dan dua tahun pertama kehidupan anak melalui program suplementasi, fortifikasi makanan, dan promosi pemberian ASI eksklusif.
- Perbaikan Sanitasi dan Akses Air Bersih: Menyediakan akses air bersih dan fasilitas sanitasi yang memadai untuk mencegah infeksi yang dapat memperburuk status gizi anak.
- Pendidikan dan Stimulasi Dini: Memberikan pendidikan dan stimulasi psikososial sejak dini untuk mendukung perkembangan kognitif dan emosional anak.
- Pemeriksaan Kesehatan Rutin: Melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin untuk mendeteksi dan menangani masalah kesehatan yang dapat mengganggu pertumbuhan anak.
Baca Juga: Mengapa Stunting Masih Menjadi Fokus Pemerintah Indonesia?
Penulis | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR