Nakita.id - Stunting, atau kondisi di mana anak mengalami pertumbuhan yang terhambat sehingga tinggi badannya tidak sesuai dengan usia, merupakan masalah kesehatan yang serius di banyak negara berkembang, termasuk Indonesia.
Salah satu faktor yang turut berkontribusi terhadap risiko stunting adalah jarak kehamilan yang terlalu berdekatan.
Artikel ini akan membahas bagaimana jarak kehamilan yang pendek dapat mempengaruhi risiko stunting pada anak dan mengapa penting untuk merencanakan kehamilan dengan baik, mengutip dari berbagai sumber.
Jarak kehamilan berdekatan merujuk pada interval waktu yang singkat antara dua kehamilan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan interval minimal 24 bulan antara kelahiran dan kehamilan berikutnya untuk memberi waktu yang cukup bagi ibu untuk memulihkan kesehatan fisik dan emosionalnya, serta memberikan perhatian yang optimal bagi bayi yang baru lahir.
Kehamilan dan menyusui menguras cadangan gizi ibu, seperti zat besi, kalsium, dan asam folat.
Jika seorang ibu hamil lagi sebelum cadangan gizinya pulih, ia mungkin tidak memiliki cukup nutrisi untuk mendukung kehamilan berikutnya, yang dapat mempengaruhi perkembangan janin.
Ibu yang memiliki anak dengan jarak usia yang sangat dekat mungkin mengalami kesulitan dalam memberikan perhatian dan perawatan optimal kepada semua anaknya.
Anak yang lahir lebih dulu masih memerlukan perhatian dan nutrisi yang cukup, yang mungkin tidak dapat terpenuhi jika ibu harus membagi perhatian dengan bayi yang baru lahir.
Jarak kehamilan yang terlalu dekat meningkatkan risiko komplikasi kehamilan, seperti kelahiran prematur dan berat badan lahir rendah, yang merupakan faktor risiko utama stunting.
Studi menunjukkan bahwa anak-anak yang lahir dari ibu dengan jarak kehamilan kurang dari 24 bulan memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami stunting.
Baca Juga: Tanda-tanda Gangguan Fungsi Psikomotorik pada Anak Stunting, Apa Saja?
Penulis | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR