Nakita.id - Kenaikan biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) di perguruan tinggi menjadi salah satu topik yang kerap diperbincangkan dalam dunia pendidikan di Indonesia.
Setiap kali ada perubahan atau kenaikan biaya UKT, pro dan kontra selalu muncul, baik dari kalangan mahasiswa, orang tua, maupun pihak akademisi.
Perguruan tinggi, terutama yang berbasis negeri, memiliki tanggung jawab besar dalam menyediakan pendidikan terjangkau namun tetap berkualitas.
Di sisi lain, peningkatan biaya operasional dan kebutuhan untuk menjaga kualitas pendidikan membuat kenaikan UKT tak terhindarkan bagi beberapa perguruan tinggi.
Artikel ini akan membahas lebih dalam mengenai apa itu UKT, faktor-faktor penyebab kenaikan biaya, dampaknya bagi mahasiswa, serta upaya yang dapat dilakukan untuk menghadapi tantangan tersebut.
Uang Kuliah Tunggal (UKT) adalah skema pembiayaan pendidikan yang diterapkan di perguruan tinggi negeri di Indonesia.
UKT merupakan biaya yang harus dibayar mahasiswa per semester selama masa studi, dan besarannya ditentukan berdasarkan kemampuan ekonomi keluarga.
Tujuan utama UKT adalah untuk membuat sistem pembayaran yang lebih adil, di mana mahasiswa dari keluarga dengan kemampuan ekonomi terbatas dapat membayar lebih rendah dibandingkan mereka yang berasal dari keluarga dengan pendapatan lebih tinggi.
Sistem UKT dibagi menjadi beberapa golongan, biasanya antara 3 hingga 8 golongan, dengan golongan terendah diperuntukkan bagi mahasiswa dari keluarga kurang mampu.
Besaran UKT ditentukan berdasarkan data ekonomi yang dilaporkan oleh mahasiswa saat mendaftar ke perguruan tinggi.
Selain itu, pemerintah juga memberikan berbagai bantuan, seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah dan beasiswa lainnya, untuk membantu mahasiswa yang kesulitan membayar UKT.
Baca Juga: Selamat Calon Mahasiswa UNS Lolos SNBT 2024, Segini Biaya UKTnya
Rekap Perjalanan Bisnis 2024 TikTok, Tokopedia dan ShopTokopedia: Sukses Ciptakan Peluang dan Dorong Pertumbuhan Ekonomi Digital
Penulis | : | Aullia Rachma Puteri |
Editor | : | Aullia Rachma Puteri |
KOMENTAR