Tabloid-Nakita.com – Jika bicara soal pelaku kekerasan seksual pada anak, pasti terlintas di pikiran kita sosok orang tidak dikenal dengan wajah mesum atau fisik yang menyeramkan. Tetapi, ternyata tidak selamanya begitu. Mama dan Papa juga perlu waspada bahwa banyak stereotip mengenai pelaku kekerasan seksual pada anak yang salah dan karenanya perlu diluruskan.
1. ”Kekerasan terjadi pasti karena diculik oleh orang tidak dikenal”
Mama mungkin sering memberitahu si kecil untuk tidak berbicara atau pergi dengan orang yang tidak dikenal. Langkah ini tentu benar. Namun, Mama juga perlu tahu bahwa menurut catatan California Attorney General sebanyak 90% anak yang menjadi korban kekerasan seksual ternyata sudah mengenal pelakunya.
2. “Pelaku kekerasan tidak mungkin ada di dalam keluarga kami. Hal itu hanya terjadi pada orang lain”
Berbagai macam latar belakang dan kondisi sosial ekonomi memungkinkan siapa saja menjadi pelaku kekerasan seksual pada anak. California Attorney General menyebutkan sebanyak 45% pelaku kekerasan seksual merupakan orang terdekat korban, termasuk anggota keluarga seperti orangtua, kakek, nenek, saudara, sepupu hingga om dan tante. Hal ini sesuai pernyataan Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Asrorun Ni'am Sholeh, bahwa mayoritas pelaku kekerasan terhadap anak adalah orang dekat.
"Dari sisi skalanya, trennya memang meningkat. Mayoritas pelakunya memiliki relasi hubungan dekat baik pengasuh dalam keluarga ini cukup tinggi yang melibatkan orang terdekat," kata Asrorun di Kantor Wakil Presiden Jakarta, seperti dikutip Kompas.com beberapa waktu lalu.
3. “Kalau orang jahat pasti berperilaku aneh dan diam-diam”
Apa sih yang terlintas di pikiran Mama soal orang jahat? Mungkin langsung tertuju pada orang yang misterius dan tak banyak bicara. Padahal pelaku kekerasan anak biasanya dikenal sebagai orang yang sangat mencintai anak-anak dan mudah bergaul dengan mereka. Dengan begitu, para pelaku akan mendapatkan kepercayaan dari anak.
4. “Wanita tidak mungkin jadi pelakunya”
Jangan menganggap bahwa wanita tidak bisa jadi pelaku kekerasan seksual ya, Mam. Wanita yang menjadi pelaku justru lebih banyak dibanding pria. Mengapa? Wanita jauh lebih mengerti apa yang dialami anak. Mereka bisa menyentuh si kecil hingga sisi emosionalnya.
5. “Kita tidak bisa melakukan apa-apa untuk menghentikan kejahatan ini”
Wah, jangan sampai Mama dan Papa berpikir hal ini ya. Hanya orangtua yang memiliki kekuatan untuk menghentikan kekerasan seksual pada anak. Kuncinya adalah komunikasi dan memberi pengertian pada anak mengenai tubuh mereka. Jangan malu dan sungkan bicara mengenai seks kepada anak. Eratnya hubungan orangtua dan anak akan mencegah terjadinya kekerasan seksual.
Itu tadi stereotip mengenai pelaku kekerasan seksual pada anak yang sering kita dengar. Jangan lupa memantau si kecil terus ya, Mam. Lakukan komunikasi yang lebih sering seperti meminta anak untuk menceritakan apa saja kegiatannya setiap hari dengan gaya yang lebih santai.
(Niken/ Parenting.com)
National Geographic Indonesia: Dua Dekade Kisah Pelestarian Alam dan Budaya Nusantara
Penulis | : | Gisela Niken |
Editor | : | Gisela Niken |
KOMENTAR