Tabloid-Nakita.com - Sampai saat ini, banyak orangtua dan bahkan dokter masih mengkhawatirkan bahaya mi instan. Hingga sekarang, masih banyak pula berita simpang-siur mengenai keamanan konsumsi mi instan. Ada yang mengatakan mi instan berbahaya karena mengandung bahan pengawet, MSG, mengandung lilin, menyebabkan operasi pemotongan usus, dan berbagai hal menyeramkan lainnya. Bahkan posting-an yang baru diunggah Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia di akun Facebook-nya pun menimbulkan banyak pertanyaan lanjutan (Baca: Ini Bahaya Mi Instan Menurut YLKI).
Maka, menarik untuk diketahui fakta-fakta mengenai bahan baku dan pembuatan mi instan tersebut. Misalnya, amankah penggunaan bahan pengawet mi instan?
BPOM sebenarnya sudah sering mencoba meluruskan berita yang simpang-siur ini. Produk mi instan diawasi ketat melalui standarisasi internasional yang ditetapkan Codex Alimentarius Commission (CAC), sedangkan produk mi "home industry" yang dijual di pinggir jalan belum tentu mengikuti standarisasi yang ketat.
Produk mi instan tertentu yang sudah berstandar internasional selalu menerapkan prinsip aman dalam berproduksi. Sehingga jelas tahu komposisi kandungan bahan yang digunakan dan dijamin aman karena sudah diirekomendasikan oleh instansi tertentu yang berwenang dan kredibel.
Bahan pengawet
Pada produk mi instan biasanya telah mencantumkan sertifikasi pangan dari BPOM di sudut kanan bawah kemasannya. (FOTO: TABLOID-NAKITA.COM/DINI)
Sebenarnya penggunaan pengawet makanan dalam industri makanan adalah hal yang biasa. Dapat dikatakan hampir 90% industri makanan kemasan tidak terlepas dalam penggunaan bahan pengawet. Penggunaan bahan pengawet makanan berbagai industri makanan yang tidak mencantumkan label BPOM justru malah lebih menyeramkan.
Menurut BPOM, mi instan di pasaran beberapa di antaranya memakai bahan pengawet methyl p-hydroxybenzoate (nipagin) dan benzoic acid. Sebenarnya bahan pengawet tersebut masih aman dan diperbolehkan digunakan dalam kadar tertentu. Dalam industri makanan modern saat ini, diperlukan penggunaan teknologi pengawetan pangan untuk membuat makanan menjadi tahan lama dan tetap berkualitas.
Salah satu dari beberapa teknik pengawetan pangan adalah memberikan bahan tambahan pangan (BTP) untuk pengawetan, hal ini dilakukan dengan menambahkan suatu bahan kimia tertentu dengan jumlah tertentu yang diketahui memiliki efek mengawetkan dan aman untuk dikonsumsi manusia.
Jenis dan jumlah pengawet yang diijinkan untuk digunakan telah dikaji keamanannya. Indonesia menganut Standarisasi internasional yang ditetapkan Codex Alimentarius Commission (CAC). Forum CAC (Codex Alimentarius Commission) merupakan organisasi perumus standar internasional untuk bidang pangan. Berbagai produk dan industri makanan yang ada di Indonesia harus dibuat berdasarkan CAC.
Menurut Permenkes No.722/1988, bahan pengawet yang diizinkan digunakan dalam makanan dalam kadar tertentu adalah Asam Benzoat, Asam Propionat, Asam Sorbat, Belerang Dioksida, Metil p-Hidroksi Benzoat, Kalium Benzoat, Kalium Bisulfit, Kalium Meta Bisulfit, Kalium Nitrat, Kalium Nitrit, Kalium Propionat, Kalium Sorbat, Kalium Sulfit, Kalsium Benzoit, Kalsium Propionat, Kalsium Sorbat, Natrium Benzoat, Metil-p-hidroksi Benzoit, Natrium Bisulfit, Natrium Metabisulfit, Natrium Nitrat, Natrium Nitrit, Natrium Propionat, Natrium Sulfit, Nisin dan Propil-p-hidroksi-benzoit.
Salah satu bahan tambahan yang diatur adalah Nipagin, yang berfungsi sebagai pengawet dengan batas maksimum penggunaan. Selain Nipagin, ada beberapa jenis pengawet lain yang diizinkan BPOM untuk digunakan dalam mi instan, misalnya asam benzoat dan propeonat. Methylparaben (nama teknisnya methyl p-hydroxybenzoate atau methyl parahydroxybenzoate) juga terdapat dalam makanan instan dan makanan lainnya. Untuk makanan seperti mi instan, asalkan tidak melebihi kadar maksimum yang ditentukan BPOM, yakni 250 mg per kg.
Pada tahun 2012, Kepala Badan POM Kustantinah menyebutkan, dari kajian persyaratan di beberapa negara, seperti Kanada dan AS, batas maksimum penggunaan nipagin dalam pangan yang diizinkan adalah 1.000 mg/kg; sedangkan di Singapura dan Brunei, batas maksimum penggunaan dalam kecap 250 mg/kg dan Hongkong sebesar 550 mg/kg.
"Dengan demikian, produk mi instan yang terdaftar di Indonesia dinyatakan aman untuk dikonsumsi," kata Kustantinah (Baca: Salah Kaprah: Mi Instan Ditakuti, Mi Lain Digemari).
Bila dikonsumsi rutin
Meskipun demikian, kandungan bahan kimia pada bahan pengawet ini masih berpotensi untuk menyebabkan berbagai gangguan kesehatan bila mi instan dikonsumsi secara rutin. "Efek yang dirasakan memang adalah efek jangka panjang, misalnya gangguan pencernaan, konstipasi, sampai kanker pencernaan, dan lainnya," tukas dr Patricia Wijaya, ahli kosmetik dan kecantikan dari Beauty Inc., dalam suatu kesempatan pada Kompas Female.
Dalam jangka panjang, bahan kimia tersebut juga akan sangat berbahaya bagi kecantikan wajah dan kulit. Kulit menjadi lebih kering, yang kelak akan menimbulkan berbagai gejala penuaan dini.
(Kompas.com)
Serunya Van Houten Baking Competition 2024, dari Online Challenge Jadi Final Offline
KOMENTAR