Tabloid-Nakita.com - Skrining genetika adalah sebuah upaya untuk mengidentifikasi penyakit yang belum tampak melalui sebuah tes. Dengan demikian bisa diketahui sejak dini penyakit yang diderita seseorang, juga dicari cara mengatasinya. Nah, skrining genetika atau penapisan genetika adalah uji laboratorium untuk langsung mendeteksi kelainan, cacat, atau kekurangan dalam gen atau kromosom manusia.
Skrining genetika dibagi menjadi dua, yaitu: sequential dan couple screening. Sequential tentu lebih memakan waktu dan lebih banyak staf/petugas yang turun tangan. Sedangkan untuk couple, selain konselingnya lebih susah, juga penggunaan laboratorium lebih banyak dan lebih mahal.
Maka dari itu, dalam skrining genetika, konseling merupakan program pertama yang harus dijalankan. Konseling dilakukan oleh seorang ahli bukan hanya kepada pasangan, tetapi juga kerabat derajat pertama kedua belah pihak: saudara kandung, orangtua, dan keturunan; derajat kedua: paman, tante, kakek dan nenek maupun keponakan; hingga derajat ketiga: saudara sepupu. Setelah itu baru didapatkan gambaran siapa yang paling berisiko.
Selanjutnya, dalam konseling dilakukan edukasi pada pasangan dan pasangan yang paling berisiko (bisa juga keduanya) akan menjalani pemeriksaan laboratorium, seperti: analisis kromosom dan biochemical test yang meliputi pemeriksaan darah, urine, maupun kultur sel.
Jika skrining dilakukan sebelum menikah, maka akan dilakukan juga pemeriksaan antara lain: hematologi rutin, golongan darah dan rhesus, profil TORCH, hepatitis B, dan VDRL/RPR.
Pemeriksaan darah rutin(hematologi) bermanfaat untuk mengetahui adanya kelainan darah, seperti: anemia, leukemia, dan talasemia. Talasemia dapat menyebabkan masalah fisik yang serius serta orangtua akan memerlukan biaya cukup besar untuk merawat anaknya. Sebagai pemeriksaan awal talasemia, dilihat nilai mean corpuscular volume (MCV) sel darah merah untuk mengidentifikasi apakah carrier atau bukan.
Sedangkan pemeriksaan golongan darah ABO dan rhesus (Rh) untuk mengetahui Rh faktor golongan darah. Jika hasil pemeriksaan laboratorium menyatakan tidak memiliki antigen Rh, maka ia memiliki Rh negatif (Rh-). Jika ditemukan antigen Rh, maka ia memiliki Rh positif (Rh+). Masalah perbedaan Rh ini timbul bila Mama berdarah Rh negatif, sementara Papa berdarah Rh positif. Hal ini biasanya terjadi pada perkawinan antar bangsa, Asia dengan Eropa, misal.
Bila terjadi masalah Rh akan berdampak pada kesehatan, terutama janin. Jika janin memiliki Rh (+), antigen tersebut akan masuk ke peredaran darah Mama melalui plasenta, yang menyebabkan tubuh Mama memproduksi antibodi (antirhesus). Melalui plasenta juga, antirhesus ini akan melakukan serangan balik ke dalam peredaran darah janin, sehingga merusak sel darah merah janin. Pada kehamilan pertama, antirhesus mungkin hanya akan menyebabkan bayi lahir kuning. Tetapi pada kehamilan kedua, masalah bisa menjadi fatal jika anak kedua juga memiliki rhesus positif.
Nah, bila hal ini sudah diketahui sejak awal, masalah kelainan kehamilan tentu bisa dihindari. Sesudah melahirkan anak pertama dan selama kehamitan berikutnya, dokter akan memberikan obat khusus untuk menetralkan antirhesus darah Ibu.
Rekap Perjalanan Bisnis 2024 TikTok, Tokopedia dan ShopTokopedia: Sukses Ciptakan Peluang dan Dorong Pertumbuhan Ekonomi Digital
KOMENTAR