TabloidNakita.com - Salah satu penghambat Mama hamil adalah alergi sperma. Nah, untuk mengetahui bagaimana cara mengatasinya? Irfan Hasuki dari nakita menemui dr. Nugroho Setiawan, MS, SpAnd., di Bagian Kebidanan dan Kandungan RSUP Fatmawati, Jakarta, untuk mendapatkan penjelasannya. Yuk, kita simak bersama.
TERAPI KONDOM
Alergi sperma bisa diatasi dengan mengikuti program terapi kondom, yakni suami harus menggunakan kondom setiap kali berhubungan intim. Di awal-awal pemakaian, mungkin sebagian pasangan merasakan ketidaknyamanan, karena tidak terbiasa. Jadi, mereka perlu menyesuaikan diri, apalagi tindakan ini dilakukan dalam waktu cukup lama, sekitar 6—8 bulan. Tujuannya, supaya sperma tidak masuk ke dalam tubuh istri. Dengan begitu, diharapkan kadar antibodi istri akan menurun secara perlahan, sehingga di 6—8 bulan mendatang tak efektif dalam menghalau sperma yang masuk.
Setiap pasangan harus disiplin ketika menjalani terapi ini. Suami maupun istri harus saling mengingatkan untuk menggunakan pengaman sebelum melakukan hubungan intim. Jika tidak mau atau lupa memakainya, kemudian terjadi paparan sperma pada tubuh istri, maka kadar antibodi antisperma dalam tubuh ibu bisa menguat kembali.
Tak hanya disiplin, pemasangan alat pengaman pun harus tepat, yakni menutup semua bagian penis, memiliki kualitas kondom yang baik, juga sesaat setelah ejakulasi terjadi, jangan biarkan penis berada terlalu lama di dalam vagina karena bisa saja sperma tumpah dan masuk ke dalam vagina maupun rahim istri.
Terapi ini biasanya dianjurkan pada suami yang pasangannya (istri) berusia di bawah 35 tahun. Alasannya, di atas usia 35 tahun tingkat kesuburan wanita umumnya berkurang, sehingga bisa mengganggu efektivitas terapi.
Setelah 6—8 bulan menjalani terapi, titer antibodi dalam darah istri akan diperiksa kembali di laboratorium. Jika dinilai sudah menurun, biasanya penggunaan kondom bisa dilepas dan diharapkan sperma berhasil membuahi sel telur. Tentu dalam masa terapi, suami dan istri harus menjaga aktivitas, juga menjaga pola makan agar tetap sehat dan seimbang supaya kebugaran terjaga dan kehamilan bisa segera didapat. Ingat, meski terapi ini berhasil dilakukan, namun bila aktivitas dan pola makan suami/istri tidak sehat, kehamilan sangat mungkin tidak dapat dicapai.
Yang perlu dipahami pula, bukan berarti selamanya antibodi sperma istri terus menurun, melainkan akan meningkat kembali setelah terpapar sperma. Karena itu, supaya kehamilan bisa didapat dengan cepat, di saat kadar antibodi terhadap sperma istri rendah, maka lakukan hubungan intim secara teratur tiap 2 atau 3 hari.
Jika kehamilan lambat dicapai, kemungkinan tak hamil bisa saja terjadi karena antibodi antisperma istri sudah meningkat. Selain itu, bila pasangan berhasil memiliki anak, lalu ingin menambah anak lagi, maka pasutri tersebut kadang harus melakukan terapi ini lagi, karena biasanya sistem antibodi antisperma istri sudah menguat kembali.
FAKTOR
KEBERHASILAN
Tingkat keberhasilan terapi kondom pada setiap pasangan berbeda-beda, bergantung pada banyak faktor seperti usia, intelektualitas, kesungguhan pasangan menjalani terapi, sosial ekonomi, dan lainnya. Tingkat intelektualitas, contohnya, jika pasutri tidak memahami penjelasan dokter dengan baik, bisa saja di tengah terapi mereka melakukan kesalahan, melepas kondom saat berhubungan intim karena beranggapan “sekali-dua kali tak pakai kondom tak masalah.” Atau, kesungguhannya rendah, setelah ejakulasi membiarkan penis terus melakukan penetrasi dalam waktu cukup lama. Selain itu, terapi kondom juga membutuhkan dana tambahan untuk membeli kondom. Bagi kalangan sosial ekonomi rendah, ini jelas sangat memberatkan, sehingga terapi ini pun bukan tidak mungkin akan mengalami kegagalan.
Diperlukan pula pengetahuan seksualitas yang baik bagi pasutri. Misalnya, baru melakukan penetrasi jika istri sudah merespons rangsangan secara lengkap supaya tidak terjadi perlukaan di vagina; tahu bagaimana cara melakukan seks yang aman, nyaman, dan menyenangkan bagi keduanya; sedikit banyak paham akan posisi-posisi hubungan seksual yang dapat meningkatkan kenikmatan; dan tahu bagaimana cara membangun komunikasi yang baik, terbuka, saling pengertian, serta memahami sehingga pasutri bisa mendapatkan kepuasan bersama.
Mengatur Jarak Kelahiran dengan Perencanaan yang Tepat, Seperti Apa Jarak Ideal?
KOMENTAR