Miom
Miom kebanyakan tumbuh di badan rahim (miom uteri) dan sebagian kecil tumbuh di leher rahim (miom serviks uteri). Miom digolongkan sebagai tumor jinak (daging tumbuh) yang biasa didapati pada perempuan berusia 35 tahun. Miom sebetulnya merupakan bagian dari jaringan otot yang tumbuh secara abnormal, terjadi karena sel-sel otot rahim berkembang secara berlebihan. Keberadaan miom dipengaruhi oleh produksi hormon estrogen. Karenanya, miom dapat membesar pada usia reproduksi dan mengecil pada setelah perempuan mengalami menopause.
Miom biasanya terdeteksi ketika ibu hamil menjalani pemeriksaan dengan USG. Pada miom yang besar dapat timbul kontraksi prematur sehingga dapat terjadi kelahiran prematur. Walaupun ada risiko kontraksi prematur, umumnya tindakan pengangkatan miom selama kehamilan tidak dianjurkan. Miom yang besar dan menonjol ke arah rongga rahim dapat menyebabkan kelainan letak janin. Saat seharusnya kepala janin memasuki jalan lahir, dorongan miom bisa saja membuat posisinya sungsang. Jika miom tumbuh tepat menghalangi saluran makanan janin, maka secara otomatis pertumbuhannya akan terganggu karena kekurangan makanan dan oksigen.
Kehadiran miom juga dapat menyebabkan terjadinya perdarahan pada saat persalinan. Otot-otot rahim yang seharusnya secara otomatis mengecil terhalang oleh miom sehingga menyebabkan terjadinya perdarahan. Namun begitu, pengangkatan miom selama kehamilan dapat menyebabkan kontraksi prematur dan pengangkatan yang dilakukan saat operasi sesar pun dapat mengakibatkan perdarahan hebat. Untuk itu, pengangkatan miom biasanya dilakukan setelah masa nifas habis dan dilakukan hanya jika miom menyebabkan gangguan berat, seperti perdarahan haid yang berlebihan.
Anemia
Anemia bisa terjadi akibat kehamilan itu sendiri. Selama hamil, ibu mengalami peningkatan volume darah hingga 35% yang seharusnya diimbangi oleh pelipatgandaan jumlah sel darah merah. Diperlukan asupan 450 mg zat besi dalam sehari untuk pembuatan sel darah merah. Namun, sering kali kebutuhan akan asupan zat besi ini tidak terpenuhi sehingga ibu dinyatakan anemia. Selain itu, berkurangnya asupan makanan karena mual dan muntah juga meningkatkan risiko anemia. Kadar hemoglobin selama kehamilan jika berada di bawah 10 g/dL akan dianggap anemia.
Gejala anemia pada ibu hamil yaitu lesu, lemah, letih, lelah, dan pucat (bibir putih dan telapak tangan pun tampak putih). Ibu hamil juga sering pusing, mata berkunang-kunang, bahkan sampai pingsan, sesak napas, daya tahan tubuh menurun, dan mudah jatuh sakit. Anemia sebaiknya tidak dibiarkan saja karena akibatnya bisa fatal untuk ibu maupun janinnya. Risiko yang terjadi antara lain keguguran, kelahiran prematur, persalinan lama, perdarahan pasca-melahirkan, bayi lahir dengan berat rendah, hingga kemungkinan bayi lahir dengan cacat bawaan.
Untuk mencegah terjadinya anemia, dokter akan memberikan suplemen zat besi dengan asam folat. Cara lainnya adalah dengan mencermati pola makan bergizi seimbang. Diutamakan bahan makanan yang mengandung zat besi, seperti bayam dan hati ayam.
Diabetes Pada Kehamilan
Gejala diabetes pada kehamilan pada prinsipnya sama dengan gejala penyakit umumhya, yaitu sering buang air kecil (polyuri), selalu merasa haus (polydipsi), dan sering merasa lapar (polyfagi). Yang membedakannya adalah kehamilan itu sendiri. Skrining terhadap diabetes akibat kehamilan dilakukan pada minggu ke-18 sampai ke-22 usia kehamilan.
Diabetes pada kehamilan dapat menyebabkan janin tumbuh besar. Biasanya bisa mencapai berat 4 kg atau lebih. Selain juga dapat menyebabkan preeklamsia pada ibu. Proses persalinan ibu hamil dengan diabetes harus dalam pengawasan ketat dokter spesialis kebidanan dan dokter spesialis penyakit dalam. Skrining dilakukan melalui pemeriksaan gula darah. Penderita diabetes memiliki nilai tinggi pada kadar gula darah puasa dan kadar gula darah 2 jam setelah makan. Begitu pula kadar gula pada air seninya. Pemeriksaan dapat diulang selama proses pengobatan untuk memantau kadar gula darah ibu.
Tindakan yang dapat dilakukan pada pasien diabetes kehamilan (gestasional) antara lain diet rendah gula. Jika selama 2 minggu tidak terjadi penurunan kadar gula, maka akan dilakukan penyuntikan insulin. Bila kadar gula darah terlampau tinggi, bisa dilakukan opname untuk regulasi dengan insulin baik melalui pembuluh vena maupun suntikan subkutan. Biasanya setelah bayi lahir, kadar gula darah ibu akan kembali normal.
Untuk mencegah diabetes gestasional sebetulnya tidak sulit. Ibu hamil tinggal menjalani pola makan gizi seimbang yaitu makan makanan yang bervarisasi dalam porsi cukup, tidak kurang tidak lebih, hanya di waktu-waktu makan. Pilih makanan kaya zat gizi tetapi rendah lemak dan rendah kalori meliputi biji-bijian utuh (whole grain), sayur mayur, dan buah-buahan. Menjaga berat badan agar tidak naik drastis juga merupakan upaya mencegah kejadian diabetes gestasional. Jika sampai mengalami kelebihan kalori dan lemak, tubuh ibu akan bereaksi memproduksi gula darah lebih banyak. Kadar gula darah yang tinggi dan tidak terkontrol dapat membahayakan kehamilan dan menimbulkan komplikasi.
KOMENTAR