Emosi cemburu muncul sebagai cerminan rasa cemas kehilangan sesuatu yang selama ini dibutuhkan dan sudah menjadi bagian dari dirinya. Sesuatu ini bisa berupa kasih sayang, perhatian, penghargaan, atau apresiasi yang selama ini diterimanya. Kecemasan yang muncul berkaitan dengan attachment (emotional bonding), disebut juga kelekatan antara anak dengan orangtuanya. Pembentukan attachment sudah dimulai sejak di masa kandungan. Lalu berlanjut di masa menyusui, dan semakin kuat oleh aktivitas-aktivitas lain yang mendekatkan ibu dan anak. Bila kelekatan antara anak dan orangtua berjalan dengan baik, di usia 6 bulan sudah bisa muncul reaksi cemburu. Misalnya jika ibunya menggendong bayi lain di hadapannya, si kecil akan bereaksi dengan menangis. Ia seolah tidak rela ibunya “diambil” bayi lain.
Lalu dalam perkembangannya, ketika orangtua berencana punya anak lagi setelah si sulung berusia 3 tahunan atau lebih, kecemburuannya akan ditunjukkan pada si adik kecil yang dirasa hendak “merampas” perhatian orangtua. Si prasekolah akan melakukan protes pada orangtuanya. Contoh, “Aku enggak suka Mama perhatiin Adik terus.”
Nah, jika anak prasekolah mengungkapkan kecemburuannya, sebaiknya segera tanggapi meski orangtua tidak merasa membeda-bedakan kasih sayang terhadapnya. Mungkin saja tanpa disadari ada kebutuhan si prasekolah yang terlewatkan, belum dipenuhi. Jika tidak ditanggapi segera, perasaan cemburu ini akan berkembang menjadi luka batin dan memengaruhi pula pembentukan karakter anak nantinya. Jika luka tersebut dibiarkan berlarut-larut akan sulit sembuhnya.
Perasaan tersaingi yang menempel terus dalam diri anak jika tidak diimbangi dapat membuat anak tumbuh dengan harga diri yang rendah, kelewat sensitif, serta selalu berpikiran negatif. Dampak selanjutnya, ia akan sering terlibat konflik antarsaudara, dengan orangtua, teman, atau orang lain. Hubungan interpersonalnya tidak dapat berjalan baik.
Dampak tersebut bisa dicegah kalau orangtua berhasil memberikan kasih sayang yang seimbang kepada anak-anaknya, memperlakukan mereka sesuai kebutuhan, dan bisa bersikap adil. Rasa percaya diri dan harga diri yang baik pun tetap dimiliki. Kelak, di usia remaja maupun dewasa, anak akan sanggup mengatasi stres, memiliki hubungan interpersonal yang baik dengan orang lain dan hampir jarang terlibat konflik. Agar emosi cemburu pada si prasekolah tidak tumbuh subur, orangtua bisa meredamnya dengan mengupayakan langkah-langkah berikut:
Sering kali hal ini dilakukan orangtua tanpa disadari. Misalnya dengan mengatakan, “Kakak, kok enggak mau membereskan mainan? Kalah tuh sama Adek.”
Ketika orangtua membelikan mainan tak berarti semua anak harus dibelikan. Pilihlah mainan yang bisa dimainkan bersama secara interaktif. Contoh, permainan ular tangga atau congkak. Mainan sejenis ini juga dapat mengajari anak untuk bergiliran, melatih kesabaran, kerja sama dalam kelompok, dan sebagainya.
Beri tahukan soal saling menyayangi ini ketika sedang mengajak anak bicara dalam situasi yang santai. Contoh, “Kakak tahu enggak sih, kalau Dik Arya itu sayang sekali sama Kakak. Buktinya, dia selalu mencari kalau Kakak sedang sekolah.” Orangtua pun bisa bercerita kepada adik yang cemburu bahwa kakaknya sangat sayang padanya disertai bukti. Ceritakan hal-hal positif dari perlakuan masing-masing anak terhadap saudaranya.
Wajar jika anak berselisih dengan saudaranya. Jika terjadi seperti itu maka beri kesempatan kepada masing-masing anak untuk mengemukakan cerita versinya dan perasaan yang dialaminya. Cara seperti ini membuat anak merasa didengarkan, diperlakukan adil serta memperlihatkan kalau orangtua tidak memihak salah satu anak.
Setiap anak mempunyai kelebihan maupun kekurangan. Pahami hal ini. Masing-masing anak tidak bisa diperlakukan sama persis atau dibandingkan satu dengan lainnya.
Pentingnya Penanganan yang Tepat, RSIA Bunda Jakarta Miliki Perawatan Khusus untuk Bayi Prematur
KOMENTAR