Di usia prasekolah, kepribadian anak mulai terbentuk dan bisa dijadikan ukuran untuk menentukan jenis keterlibatan orangtua dalam mengarahkannya. Anak yang berani dan cenderung sangat aktif mungkin perlu bantuan untuk belajar bagaimana cara mengendalikan dorongan-dorongannya. “Kalau mau main lompat-lompatan dan lari-larian, di rumput saja ya, Nak. Jangan di atas semen.” Atau anak yang cenderung penakut berarti memerlukan dorongan untuk percaya pada kemampuannya. “Ayo Kak, melompat. Kamu bisa mendarat di atas pasir ini. Kalau Kakak ingin mencoba, Ayah akan menjaga di sini.” Dalam masalah sosial, anak pemalu mungkin perlu dorongan untuk bicara. “Kak, ini Tante Yani, teman Mama. Tante Yani senang kalau kamu mau menyapa.” Sebaliknya anak yang terlalu ramah dan mudah bergaul mungkin perlu diajari untuk membatasi sikapnya. “Kakak baik sekali mau mengucapkan selamat pagi kepada teman Mama. Tapi Kakak tak boleh duduk di pangkuan orang lain selain Mama, Papa, dan Mbak, ya.”
Menurut Dr. Ava L. Siegler, Ph.D., ahli psikologi anak dalam bukunya The Essential Guide To The New Adolescence (Plume Publisher, London: 1998), berbeda dari usia sebelumnya, kemandirian anak di usia prasekolah terlihat lebih menonjol. Namun begitu, keterampilan dasar seperti kemandirian bantu diri, keselamatan diri, dan sosialiasasi masih harus terus dipoles. Si prasekolah masih membutuhkan bantuan ayah/ibu dalam mengatur jadwal aktivitasnya tanpa perlu terlalu mencampuri dan mengendalikan. Pola asuh tarik ulur dalam hal ini memberi kontribusi kepada si prasekolah untuk belajar mengatur dirinya. Dalam rangka tarik-ulur pula, karena si prasekolah sudah cukup berani bersosialisasi dengan orang dewasa selain ayah-ibunya (tetangga, guru, dan sebagainya), padanya perlu ditanamkan aturan-aturan dasar tentang keselamatan diri. Misalnya jangan bicara dengan orang asing kalau tidak ada ayah atau ibu di dekatnya. Jangan menerima makanan atau minuman dari siapa pun yang tidak dikenal. Jangan mau diajak pergi dengan seseorang tanpa seizin ayah/ibu meski orang itu bilang akan membawanya bertemu ayah/ibu, dan sebagainya.
Metode tarik-ulur juga dapat diterapkan pada pelajaran keterampilan hidup yang lain. Namun intinya yang diperlukan adalah stimulasi lewat pengasuhan, pendampingan, dan perhatian yang tepat. Berikut ini adalah beberapa pokoknya:
L'Oreal Bersama Perdoski dan Universitas Indonesia Berikan Pendanaan Penelitian dan Inovasi 'Hair & Skin Research Grant 2024'
KOMENTAR