Orientasi seksual atau deviasi di luar perbedaan jenis kelamin laki-laki dan perempuan memang belum selayaknya diajarkan di usia prasekolah. Namun, pemahaman tentang jenis kelamin akan memudahkan anak memahami mengenai peran jenis kelamin (gender role), yaitu serangkaian perilaku dan sikap yang diharapkan suatu masyarakat terhadap laki-laki dan perempuan. Selain tuntutan masyarakat dan budaya, peran jenis kelamin ini pun sangat bergantung pada pola asuh orangtua.
Peran jenis kelamin yang biasa dikenalkan dan diajarkan pada si prasekolah misalnya mengenai konsep pembagian tugas ayah dan ibu di rumah. Contohnya, anak lelaki diajak untuk mencuci kendaraan bersama ayah, melakukan aktivitas terkait dengan aktivitas teknikal seperti bongkar pasang alat-alat, atau beberapa kegiatan lain yang maskulin. Sedangkan untuk anak perempuan, misalnya memasak atau melakukan kegiatan di dapur bersama ibu, atau aktivitas lain seperti menari dan balet.
Namun pada perkembangannya, gender role ternyata tidak serta-merta membatasi anak lelaki atau anak perempuan, menyeberang pada aktivitas lawan jenisnya. Contohnya sekarang ini tak sedikit orangtua yang mengikutsertakan anak lelakinya pada aktivitas yang feminin seperti memasak, misalnya. Begitu pun jika anak laki-lakinya ingin tahu aktivitas anak perempuan, orangtua tidak melarang atau menghalanginya. Tidak ada masalah atau batasan anak lelaki mengerjakan aktivitas perempuan atau sebaliknya. Anak pun diajarkan bahwa ayah dan ibu boleh sama-sama bekerja mencari uang, atau ayah dan ibu juga melakukan aktivitas memasak atau menyapu.
Orangtua sekarang ini justru berpandangan, dalam berbagai hal semua anak laki-laki dan perempuan harus diberi kesempatan sama dalam mencoba berbagai macam aktivitas, mengeksplorasi dan mengenal lingkungannya. Misalnya, anak perempuan juga main lari-larian dan memanjat, anak laki-laki main boneka atau ikut cooking class, dan sebagainya. Toh, pada akhirnya, ketika mereka di sekolah dasar umumnya anak-anak sudah membuat peer atau kelompok teman sebaya yang memiliki jenis kelamin yang sama.
Si prasekolah yang belajar mengenai peran-peran jenis kelamin yang berbeda ini akan memperkaya pemahaman mereka mengenai beragam aktivitas yang bisa mereka lakukan. Kelak ketika dewasa, mereka akan lebih percaya diri untuk mencoba berbagai lapangan pekerjaan tanpa dibatasi oleh masalah peran jenis kelamin. Mereka pun lebih terampil mengerjakan berbagai pekerjaan tanpa harus mengharapkan orang lain (baca: lawan jenis) yang mengerjakannya. Pada akhirnya, stereotip-stereotip tentang pekerjaan berdasarkan lawan jenis, kelak akan terhapus dengan sendirinya.
Tetapi jika tampak misalnya si anak lelaki begitu intens memainkan permainan yang biasa dimainkan anak perempuan seperti mendandani Barbie, menyapukan lipstik ke bibir, dan bersikap khas perempuan, orangtua perlu memberikan perhatian khusus pada perilaku tersebut dan menyikapinya dengan bijak. Bisa saja, perilaku itu muncul karena kurangnya stimulasi aktivitas maskulin yang diberikan kepada si anak lelaki.
KOMENTAR