“Anak usia di bawah 5 tahun, boleh-boleh saja diberi gadget. Tapi harus diperhatikan durasi pemakaiannya,” saran Jovita. Misalnya, boleh bermain tapi hanya setengah jam dan hanya pada saat senggang. Contohnya, kenalkan gadget seminggu sekali, misalnya hari Sabtu atau Minggu. Lewat dari itu, ia harus tetap berinteraksi dengan orang lain. Aplikasi yang boleh dibuka pun sebaiknya aplikasi yang lebih ke fitur pengenalan warna, bentuk, dan suara.
Tentunya, orangtua harus tetap mendampingi karena justru di usia di bawah 5 tahun, peran orangtua lebih dominan. Fungsi orangtua adalah menjelaskan dan membantu anak mengaitkan antara apa yang ada di gadget dengan apa yang ia lihat di dunia nyata. Misalnya, ketika gadget menampilkan warna merah, maka orangtua mengatakan, “Nah, ini warna merah,” dan seterusnya.
Orangtua juga sebaiknya mengenalkan gadget pada anak mulai usia 4 – 5 tahun. Di bawah usia itu sebaiknya jangan. Pasalnya, di usia ini, neuron saraf seorang anak sedang berkembang dan fungsi radiasi di gadget bisa sedikit menghambat pertumbuhan neoron tersebut.
Sejalan pertambahan usia, ketika anak masuk usia pra remaja, orangtua bisa memberi kebebasan yang lebih, karena anak usia ini juga perlu gadget untuk fungsi jaringan sosial mereka. Di atas usia 5 tahun (mulai 6 tahun sampai usia 10 tahun) misalnya, orangtua bisa memperbanyak waktu anak bergaul dengan gadget . “Di usia ini, anak sudah harus menggali informasi dari lingkungan. Jadi, bolehlah kalau tadinya cuma seminggu sekali selama setengah jam dengan supervisi dari orangtua, kini setiap Sabtu dan Minggu selama dua jam. Boleh main games atau browsing mencari informasi,” jelas Jovita. Intinya, menurut Jovita, kalau orangtua sudah menerapkan kedisiplinan sedari awal, maka di usia pra remaja, anak akan bisa menggunakan gadget secara bertanggungjawab dan tidak kecanduan gadget .
Waspada Antisosial
Bermain gadget dalam durasi yang panjang dan dilakukan setiap hari secara kontinyu, bisa membuat anak berkembang ke arah pribadi yang antisosial. Ini terjadi karena anak-anak ini tidak diperkenalkan untuk bersosialisasi dengan orang lain. Ambil contoh dua orang anak usia 5 tahun yang sama-sama tengah menunggu penerbangan bersama orangtua mereka. Salah seorang anak memegang tablet terbaru, sementara yang satunya menghabiskan waktu menunggu jadwal terbang dengan berkeliling di ruang tunggu, berkomunikasi dengan orang baru di sebelahnya, dan mengamati sekitarnya. “Dari sini bisa kita lihat, anak yang tidak memegang tablet akan mendapat lebih banyak pembelajaran secara konkret,” ujar Jovita.
Hindari Kecanduan
Kasus kecanduan atau penyalahgunaan gadget biasanya terjadi karena orangtua tidak mengontrol penggunaannya saat anak masih kecil. “Maka sampai remaja pun ia akan melakukan cara pembelajaran yang sama. Akan susah mengubah karena kebiasaan ini sudah terbentuk,” jelas Jovita. Ini sebabnya, orangtua harus ketat menerapkan aturan ke anak, tanpa harus bersikap otoriter. Dan jangan lupa, orangtua harus menerapkan reward and punishment. Kalau ini berhasil dijalankan, maka anak akan bisa melakukannya secara bertanggungjawab dan terhindar dari kecanduan. Nah, seperti apa ciri-ciri anak yang sudah menunjukkan tanda-tanda kecanduan gadget?
- Anak menghabiskan sebagian besar waktunya untuk bermain dengan gadget.
- Anak mengabaikan/mengesampingkan kebutuhan lain hanya untuk bermian gadget. Misalnya lupa makan, lupa mandi.
- Anak mengabaikan teguran-teguran dari orang sekitar.
Hasto Prianggoro
L'Oreal Bersama Perdoski dan Universitas Indonesia Berikan Pendanaan Penelitian dan Inovasi 'Hair & Skin Research Grant 2024'
KOMENTAR