Ya, mengasuh dan merawat si mungil bukan semata-mata tanggung jawab ibu, akan tetapi juga ayah. Bahkan, beberapa riset dan penelitian menunjukkan, banyak manfaat yang didapat bila ayah terlibat dalam mengasuh dan merawat bayi. Efek positifnya bisa mencakup perkembangan fisik, psikis, sosial, bahkan kecerdasan si bayi. Salah satunya, penelitian yang dilakukan Howard Steele, Direktur Attachment Research Center Unit dari University College London. Hasilnya menunjukkan, keterlibatan ayah yang intens dalam mengasuh, merawat, sekaligus mengungkapkan kasih sayangnya kepada bayi akan sangat memengaruhi berkembangnya kepribadian positifnya di kemudian hari. Salah satunya jadi lebih percaya diri.
Penelitian juga menunjukkan, bayi yang banyak berinteraksi dengan sang ayah, selain ikatan batinnya dengan sang ayah terjalin lebih erat, ia juga akan lebih mudah memulai berinteraksi sosial serta sederet efek positif lainnya. Lantaran itulah, masa 0—1 tahun ini harus dimanfaatkan sebaik mungkin oleh ayah, sehingga menjadi pengalaman yang luar biasa.
Mulai Dari Hal Kecil
Masalahnya tak sedikit ayah baru yang justru tidak percaya diri meski sekadar menggendong si kecil yang baru lahir. Wajar saja sih, apalagi ayah tak mengalami masa kehamilan dan persalinan sehingga tidak memiliki persiapan mental layaknya ibu dalam menghadapi bayi. Sementara kalau soal pengalaman, seorang ibu baru pun pastinya sama-sama tak berpengalaman dalam merawat dan mengasuh anak.
Jika ayah memang merasa tak yakin atau masih takut, tentu saja ayah tak perlu langsung menggendong atau memandikan si kecil, bukan? Cukup memulainya dari keterlibatan yang ringan dan mudah saja, akan tetapi manfaatnya sangat besar, seperti memberikan sentuhan/elusan lembut sebagai ungkapan kasih sayang. Bisa juga, sambil merebahkan diri di tempat tidur, ajak si kecil bicara sehingga akhirnya ia menjadi akrab dengan suara ayahnya. Sang ayah juga bisa mengajak si kecil bermain-main di tempat tidur, “Ayo Nak, pegang ini hidung Ayah!”; menepuk-nepuk pahanya agar tertidur, dan menghampirinya saat terbangun.
Selanjutnya, ayah juga bisa ikut terlibat menyiapkan keperluan mandi si kecil, seperti menyiapkan bak mandi, air hangat, sabun, sampo, dan handuk. Juga perlengkapan pakaiannya. Setelah ayah semakin pede dalam mengasuh, cobalah melakukan pijat bayi untuk si kecil, mengganti/memasang popok, membersihkan pup si kecil, mengambil bayi dari tempat tidur lalu menggendongnya, dan bahkan memandikannya.
Selain terlibat dalam kegiatan sehari-hari, yang tak kalah penting adalah selalu mengajak si kecil berkomunikasi. Meski ia belum bisa memberikan respons secara verbal, akan tetapi dari responsnya—baik dengan tersenyum atau menggerak-gerakkan tangan, kaki, dan anggota badannya yang lain—menunjukkan ia memberikan reaksi. Lakukan hal-hal sederhana, seperti menyapa; menyebut namanya, mengenalkan sebutan ayah dan ibu; dan sebagainya. Dengan begitu, diharapkan akan terjalin kedekatan emosi antara bayi dan ayah. Jalinan komunikasi yang sudah dimulai sejak kehamilan sebaiknya tidak terputus, sehingga stimulasi ini berkelanjutan.
Dukung Ayah
Orang-orang terdekat, baik itu istri, orangtua, atau mertua perlu memberi dukungan agar sang ayah pede dalam mengasuh dan merawat si kecil sehingga ia merasa yakin bisa melakukannya. Bila ayah berhasil memakaikan popok, berikan penghargaan, ucapkan rasa sayang dan bangga ibu. Dengan begitu, ayah akan merasa ingin terus terlibat lebih banyak lagi dalam mengasuh dan merawat si kecil.
Tentunya, ayah tak perlu takut atau malu bila keliru. Misal, cara menggendongnya tak membuat si kecil nyaman. Namanya juga masih belajar. Justru kalau tidak dicoba, ayah akan kehilangan kesempatan menjadi dekat dengan sang buah hati. Nah, dengan keterlibatan ayah, tentunya ibu pun memetik manfaatnya. Ibu jadi bisa beristirahat guna memulihkan fisik dan psikisnya sehingga terhindar dari kelelahan mengurus bayi dan sindrom baby blues (depresi pascapersalinan). Selain terlibat mengasuh si kecil, suami sebaiknya berbagi pekerjaan rumah tangga dengan istri.
KOMENTAR