Nakita.id - Lagi-lagi, korban kekerasan seksual terus berjatuhan. Mirisnya, pelaku merupakan saudara atau bahkan orangtua dari korban.
Seperti halnya insiden yang dialami seorang remaja perempuan berinisial WA (15).
WA merupakan korban pemerkosaan yang dilakukan oleh kakaknya sendiri.
BACA JUGA: Pasang Tarif Miliaran Rupiah, Hotman Paris Rela Tak Dibayar Demi Bantu Korban Pemerkosaan
Akibat perlakuan tak sepantasnya yang dilakukan sang kakak, berinisial AA (17), WA akhirnya hamil.
Dilansir dari Intisari, pada tahun lalu, WA melaporkan diri telah diperkosa AA sebanyak delapan kali.
Oleh karenanya, AA dijatuhi hukuman dua tahun penjara karena telah melakukan kekerasan di bawah umur.
Tetapi yang membuat masyarakat iba, pengadilan juga menjatuhi hukuman penjara bagi WA karena WA terbukti telah melakukan aborsi pada janin yang ada di kandungannya.
Menurut Listro Arif Budiman, salah satu hakim dan juru bicara Pengadilan Negeri Muara Bulian Sumatera, remaja perempuan tersebut telah dipenjara pekan lalu.
BACA JUGA: Kejam, Gadis Diperkosa Kepala Sekolah, 2 Guru dan 15 Temannya
WA mendapat hukuman penjara enam bulan di lembaga rehabilitasi remaja.
Kronologi WA dinyatakan sebagai tersangka aborsi bermula dari seorang tetangga yang menemukan janin tanpa kepala.
Menemukan janin tersebut, saksi segera melaporkan hal tersebut ke polisi dan dimulailah penyelidikan.
Tak hanya WA, ibu WA juga diduga menjadi fasilitator aborsi yang dilakukan anaknya. Ia juga turut diperiksa oleh kepolisian.
Namun, Maidina Rahmawati, Kepala Penelitian Lembaga Reformasi Peradilan Pidana mengatakan bahwa tak seharusnya WA dipenjara, karena WA merupakan korban.
Meskipun aborsi merupakan tindakan pidana, Maidina mengatyakan bahwa pengadilan seharusnya memeriksa secara seksama kasus-kasus yang melibatkan perempuan, khususnya dalam kasus kekerasan seksual karena kasus seperti ini sangat kompleks.
BACA JUGA: Seorang Ayah Perkosa Anak Tirinya Hingga Hamil 2 Kali dalam 2 Tahun Terakhir
Tak hanya Maulidina, Direktur Eksekutif Institute Criminal Justice Reform (ICJR) juga menyatakan hal serupa.
"Anak sekecil itu diperkosa, tentu belum tahu ia bakalan hamil. Perkosaan yang dilakukan kakak sendiri tentu ia tidak bisa berbicara secara bebas. Pengadilan memvonis karena aborsi, tapi lihat dulu faktor-faktor penyebab yang mendorong. Saya kira putusan itu tidak tepat. Apakah ia harus dihukum," ujarnya seperti yang ditulis di Kompasiana.
Melihat adanya pro dan kontra, Rita Pranawati MA, selaku Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia mengatakan bahwa ia telah memahami putusan PN karena ada UU Kesehatan yang melandasi putusan hakim.
Pengguguran diperbolehkan selama janin belum mencapai 40 hari, "Tapi ini sudah lebih. Sudah enam bulan, aborsi diketahui orangtuanya. Dalam keputusannya, hakim mungkin melihat ini sebagai perkosaan umum".
BACA JUGA: Catat! Bila Ibu Hamil Stres, Janin Bisa Kekurangan Nutrisi
Source | : | kompasiana,intisari |
Penulis | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
KOMENTAR