Menemukan janin tersebut, saksi segera melaporkan hal tersebut ke polisi dan dimulailah penyelidikan.
Tak hanya WA, ibu WA juga diduga menjadi fasilitator aborsi yang dilakukan anaknya. Ia juga turut diperiksa oleh kepolisian.
Namun, Maidina Rahmawati, Kepala Penelitian Lembaga Reformasi Peradilan Pidana mengatakan bahwa tak seharusnya WA dipenjara, karena WA merupakan korban.
Meskipun aborsi merupakan tindakan pidana, Maidina mengatyakan bahwa pengadilan seharusnya memeriksa secara seksama kasus-kasus yang melibatkan perempuan, khususnya dalam kasus kekerasan seksual karena kasus seperti ini sangat kompleks.
BACA JUGA: Seorang Ayah Perkosa Anak Tirinya Hingga Hamil 2 Kali dalam 2 Tahun Terakhir
Tak hanya Maulidina, Direktur Eksekutif Institute Criminal Justice Reform (ICJR) juga menyatakan hal serupa.
"Anak sekecil itu diperkosa, tentu belum tahu ia bakalan hamil. Perkosaan yang dilakukan kakak sendiri tentu ia tidak bisa berbicara secara bebas. Pengadilan memvonis karena aborsi, tapi lihat dulu faktor-faktor penyebab yang mendorong. Saya kira putusan itu tidak tepat. Apakah ia harus dihukum," ujarnya seperti yang ditulis di Kompasiana.
Melihat adanya pro dan kontra, Rita Pranawati MA, selaku Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia mengatakan bahwa ia telah memahami putusan PN karena ada UU Kesehatan yang melandasi putusan hakim.
Pengguguran diperbolehkan selama janin belum mencapai 40 hari, "Tapi ini sudah lebih. Sudah enam bulan, aborsi diketahui orangtuanya. Dalam keputusannya, hakim mungkin melihat ini sebagai perkosaan umum".
BACA JUGA: Catat! Bila Ibu Hamil Stres, Janin Bisa Kekurangan Nutrisi
L'Oreal Bersama Perdoski dan Universitas Indonesia Berikan Pendanaan Penelitian dan Inovasi 'Hair & Skin Research Grant 2024'
Source | : | kompasiana,intisari |
Penulis | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
KOMENTAR