Seringkali orangtua heboh manakala bayinya yang masih mendapat ASI menangis. Dikhawatirkan bayinya kehausan dan harus mendapat ASI segera. Padahal sebenarnya pemberian ASI bisa digunakan sebagai metode untuk melatih pengendalian diri. Orangtua yang langsung memberikan ASI demi memenuhi bayinya yang sedang haus memang efektif untuk menenangkan tangisan sang buah hati. Namun sebenarnya, ia tak memberi kesempatan kepada bayinya untuk belajar menunggu, belajar bersabar. Proses menunggu adalah satu pelajaran penting bagi bayi untuk meningkatkan kemampuan mengontrol diri (sense of self control). Meminta bayi menunggu dengan disertai penjelasan (meskipun ia tampak tak mau kompromi) merupakan pelajaran bahwa terkadang segala sesuatu tidak bisa serta merta didapatkan sesuai keinginannya.
Tiga bulan pertama kehidupan bayi merupakan periode awal pelatihan pengendalian diri. Latihan bisa diawali lewat pemberian ASI. Selain bahwa isapan pertama mungkin belum menghasilkan aliran ASI yang deras, bayi pun harus menghadapi saat-saat kenikmatannya terhenti ketika ASI di “gudang” yang satu ternyata habis dan ia harus pindah ke “gudang” lainnya. Jelaskan proses ini kepada bayi agar ia tidak merasa kenikmatannya direnggut begitu saja dan menangis. Dengan kasih sayang, lakukan pemindahan ini dengan tenang sehingga ada waktu bagi bayi untuk menunggu. Bila ibu berhasil mengatasi masa kritis di usia 3 bulan pertama, umumnya di usia 4 bulan dan selanjutnya emosi bayi sudah lebih stabil. Ia mungkin tidak lagi sedikit-sedikit menangis karena sudah memiliki rasa percaya pada lingkungan dan keterikatan dengan orangtuanya.
Memang, bayi belum bisa berbicara tetapi komunikasi dan latihan yang kita berikan sudah bisa ia rasakan. Beberapa cara sederhana bisa kita lakukan untuk melatih kontrol diri pada bayi adalah:
Sekali lagi ASI tidak langsung mengucur deras ketika bayi menyedot payudara ibu, melainkan membutuhkan waktu untuk mengalir dengan sempurna. Dalam proses menunggu inilah bayi belajar mengendalikan ketidaksabarannya, menahan rasa haus dan lapar.
Bayi-bayi yang diasuh langsung oleh orangtuanya, tanpa pengasuh/babysitter, umumnya memiliki kontrol diri yang lebih baik. Berbeda jika bayi diasuh oleh orang yang memang ditugaskan khusus untuk itu. Setiap kebutuhan dan keinginan bayi akan dengan cepat dipenuhi oleh pengasuh, sehingga tak ada kesempatan bagi si bayi untuk menunggu. Padahal saat menunggu itulah, bayi belajar untuk mengontrol dirinya. Sementara, dengan orangtua yang juga melakukan kegiatan lain, ada saat bayi harus menunggu sebentar sebelum kebutuhannya dipenuhi.
Dalam kondisi apa pun yang menuntut bayi menunggu, komunikasikanlah hal itu. Selepas 6 bulan, saat bayi telah mendapat Makanan Pendamping ASI (MPASI), mungkin ia tak sabar menunggu makanannya yang masih panas. Mintalah ia untuk sabar menunggu. ”Mama sedang membuatkan makananmu, sebentar ya!” atau ”Makananmu masih panas, Mama dinginkan sebentar ya!”
Kala bayi minta digendong, dipeluk, dibelai, padahal ada kesibukan lain yang mesti kita tuntaskan, jelaskan kondisi itu. Biarkan bayi menunggu sebentar.
Sesekali, biarkan bayi ”menikmati” ketidaknyamanan. Tak perlu buru-buru mengganti popoknya, lakukan saja dalam ritme yang wajar dan santai. Kebiasaan mengganti popok dengan terburu-buru, membuat bayi tidak berusaha untuk mengatasi ketidaknyamannya.
Banyak orangtua yang sangat menghindarkan panas matahari pada bayinya. Si kecil sama sekali tidak boleh disentuh sinar matahari. Atau bayi sama sekali tidak boleh kedinginan. Setiap kali berada di tempat dingin, harus memakai selimut tebal. Padahal, sesekali boleh saja mengajaknya berjalan di terik matahari atau di kaki pegunungan yang dingin. Rengekan kecil wajar muncul karena ia berusaha memberi tahu jika dirinya tak nyaman.
Social Bella 2024, Dorong Inovasi dan Transformasi Strategis Industri Kecantikan Indonesia
KOMENTAR